Senin, 27 September 2021

Pandangan Imam asy-Syafi'i tentang Tasawwuf

Pandangan Imam asy-Syafi'i tentang Tasawwuf

Dalam manaqib Imam As-Syafii karya Imam Al-Baihaqi disebutkan bahwa Imam asy-Syafi'i berkata: 
“Kalau seorang menganut ajaran tasawuf (tashawwuf) pada awal siang hari, tidak datang waktu zhuhur kepadanya melainkan engkau mendapatkan dia menjadi dungu.”. 

Pastinya seorang yang dimaksud oleh Imam asy-Syafi'i adalah sufi yang tidak ahli fiqh. Hal ini berdasarkan perkataan beliau sendiri dalam diwan Imam Syafi'i:

“Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu. Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tidak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jika kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik “.

Pernyataan Imam asy-Syafi'i ini sejalan dengan pernyataan Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki), 

"Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.” 
(’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

Dan sejatinya seorang sufi adalah menguasai fiqh, sebagaimana jawaban syekh Abu Nashr as-Sarraj di dalam al-Luma, 
"Mereka adalah ulama yang tahu Allah dan hukum-hukum-Nya (ahli fiqh), mengamalkan apa yang Allah ajarkan kepada mereka, menghayati apa yang telah mereka realisasikan dan hanyut (sirna) dengan apa yang mereka hayati. Sebab setiap orang yang sanggup menghayati sesuatu akan sirna dengan apa yang dihayatinya."

Imam Asy-Syafii tidak menganggap kotor kaum sufi dan tidak mengharamkan jalan Tasyawuf, bahkan beliau berkumpul dengan kaum sufi dan melalui jalan mereka sebagaimana perkataan beliau, 

“Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.” 
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz. 1, hal. 341)

Perkataan  Imam Asy-Syafii, “Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama sekali.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi). Mungkin sufi yang dimaksudkan oleh beliau adalah sufi pada jamannya yang diketahui beliau, bukan sufi secara keseluruhan. Mungkin juga pernyataan ini disampaikan pada saat beliau belum mengenal sufi. Allahua'lam.

Yang pasti pernyataan beliau tersebut jika difahami apa adanya tanpa memperhatikan kondisi dan waktu beliau akan menjadi kontradiktif dengan pernyataan beliau lainnya di dalam diwan Imam asy-Syafii. Di dalam diwan tersebut beliau sama sekali tidak memandang sufi sebagai orang yang tidak berakal. Mustahil orang tidak berakal mengajari beliau hal-hal yang baik dan benar, dan mustahil pula beliau mau dibimbing dalam jalan orang-orang yang tidak berakal.

Jika seluruh sufi adalah orang yang tidak berakal, mustahil Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tidak ada orang yang lebi baik dari mereka  (Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al-Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi). 

Nasihat Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) kepada anaknya dan kita semua terkait tasyawuf adalah sebagai berikut, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” 
(Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi). 

Cp.

0 komentar:

Posting Komentar

SAFINATUN NAJAH

More »