Kelas Iqra', usia TK dan SD kelas 1

Anak-anak dibimbing sungguh2, belajar baca Al-Qur'an dari NOL, mulai dari mengenal HURUF. Pengajaran Semi Private. Sambil menunggu temannya, setiap anak haruf aktif membaca sendiri2. Yg sudah diajari juga harus mengulang2 bacaan. Tidak boleh behennti. Tidak ada istilah CAPEK.

Belajar Menulis Arab dan Menghafal

Tidak hanya belajar membaca, juga belajar menulis Arab, belajar menghafal dua kalimat syahadah, doa-doa, kalimat2 thoyyibah, dsb.

Mereka Tabungan Akhirat Kita

Mereka adalah tabungan akhirat kita. Dunia adalah tempat bercocok tanamnya akhirat. Semoga mereka menjadi anak-anak yang sholeh-sholehah, yang paham ilmu agama Islam dan bisa mengajarkannya. Menjadi kebanggaan Rasulullah, kebanggaan guru dan orang tuanya. Berguna dimanapun berada. Amin.

Safinatun Najah dan Sullamut Taufiq

Dua kitab wajib sebagai mata pelajaran. Safinah untuk fiqih dasar dan Sullam yang berisi Aqidah/Tauhid, Fiqih dan Akhlaq sebagai lanjutan. Disamping pelajar lain seperti Aqidatul Awam (aqidah), Alala (akhlak) dan Tajwid.

Ngaji Subuh khusus Fiqih

Semoga program ngaji shubuh ini bisa terus berlanjut dan istiqomah dan mendapat dukungan dari para orang tua (wali). Banyak sekali manfaat dan berkah di waktu shubuh.

Dibuka Pendaftaran Ngaji Kapan Saja

Bisa daftar ngaji kapan saja, yang penting ada niat sungguh-sungguh ingin belajar atau mendidik anak.

Selasa, 28 September 2021

BERMAKMUM PADA PELAKU MAKSIAT DAN PENGIKUT ALIRAN SESAT

BERMAKMUM PADA PELAKU MAKSIAT DAN PENGIKUT ALIRAN SESAT 

Ada dua golongan yang sepatutnya tidak dijadikan imam shalat, yakni:

1. Orang Fasiq. Fasiq adalah pelaku dosa besar yang tidak bertaubat atau pelaku dosa kecil yang dilakukan terus menerus. Misalnya: pemabuk, penjudi, yang jarang shalat, jarang zakat, koruptor, penipu dan sebagainya. 

2. Ahli bid'ah. Istilah ahli bid'ah digunakan para ulama untuk pengikut aliran sesat, bukan pada orang yang melakukan amaliyah yang diperselisihkan hukumnya oleh para ulama fikih. Jadi, meskipun ulama mazhab Hanbali menganggap qunut subuh bid'ah, tetapi mereka tidak menyebut ulama Syafi'iyah yang menganjurkan qunut sebagai ahli bid'ah. Hanya orang wahabi saja yang memperluas cakupan makna istilah "ahli bid'ah" hingga mencakup pelaku amaliyah yang diperselisihkan dalam mazhab fikih, dan tindakan mereka ini adalah bid'ah itu sendiri sebab tidak dikenal di masa salaf. 

Contoh ahli bid'ah atau pengikut aliran sesat adalah semisal:

a. Muktazilah, yaitu orang yang berkata bahwa kalamullah adalah makhluk. Adapun yang berkata bahwa cetakan mushaf adalah makhluk, maka bukan termasuk golongan ini. 

b. Qadariyah, yaitu orang yang berkeyakinan bahwa tindakan sadar manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Allah tetapi murni diciptakan manusia itu sendiri. Adapun kalau sekedar menyuruh manusia berusaha dan ikhtiyar dan jangan berpangku tangan pada takdir, maka tidak masuk golongan ini selama dia yakin bahwa dalam perbuatan manusia ada campur tangan Allah yang memberikan daya dan kuasa padanya untuk bertindak. 

c. Jabriyah, yaitu orang yang menganggap bahwa seluruh tindakan manusia adalah murni tindakan Tuhan tanpa ada campur tangan manusia sama sekali. Jadi mereka tidak mengenal kata ikhtiyar sebab semua serba apa kata Tuhan sedangkan manusia hanya seperti kapas yang bergerak karena ditiup angin. Adapun bila sekedar meyakini adanya takdir tetapi pada saat yang sama meyakini adanya ikhtiyar atau kehendak bebas dan usaha manusia, maka tidak termasuk golongan ini.

d. Murji'ah, yaitu orang yang berkeyakinan bahwa melakukan maksiat/dosa sama sekali tidak masalah selama orangnya muslim yang bersyahadat. Jadi, mereka tidak mengenal konsep "masuk neraka dulu" bagi seorang muslim. Bagi mereka, pokoknya islam maka otomatis masuk surga meskipun melakukan dosa apa pun, sama seperti orang kafir yang akan masuk neraka meskipun melakukan kebajikan apa pun. Adapun bila sekedar mengatakan bahwa definisi iman adalah hanya soal keyakinan hati tanpa memasukkan unsur perbuatan di dalam definisi tersebut, maka tidak termasuk golongan Murji'ah. Banyak ulama klasik yang salah paham soal ini sehingga Imam Abu Hanifah pun mereka anggap sebagai Murji'ah karena ketidaktahuan mereka tentang poin ini. Kesalahpahaman ini diteruskan oleh banyak wahabi saat ini.

e. Mujassimah. Mereka adalah yang menyangka bahwa Allah adalah sosok tiga dimensi yang mempunyai tubuh dengan panjang, lebar dan tinggi tetapi tidak seperti jisim lain. Mereka meyakini bahwa kejisiman adalah bentuk dari wujud sehingga dalam benak mereka kalau tidak ada jisimnya artinya tidak ada. Dengan demikian, Allah pun mereka anggap sebagai jisim, hanya saja sebagai jisim yang unik yang tidak ada padanannya. Mereka seperti aliran Karramiyah dan para pengikut teologi Ibnu Taymiyah. Keduanya sejatinya sama, bedanya adalah Karramiyah agak vulgar dengan menyebut kata jisim sedangkan Ibnu Taymiyah anti terhadap kata ini meskipun meyakini maknanya.

Kesemua golongan di atas adalah ahli bid'ah yang dimakruhkan untuk dijadikan imam Shalat. Shalat mereka sebenarnya tetap sah dan dijadikan imam pun sebenarnya masih sah juga akan tetapi sebaiknya dihindari selama memungkinkan dan tidak menimbulkan keributan.

Adapun Ahli bid'ah yang penyimpangannya sangat keterlaluan, maka mereka tidak boleh dijadikan imam shalat sebab penyimpangannya telah membuat mereka kafir atau murtad. Yang keterlaluan ini misalnya:

- Mujassimah yang berkata bahwa Allah adalah jisim seperti jisim lain, mereka adalah orang kafir. Tidak ada orang islam yang mengakui laisa kamitslihi syaiun yang mengatakan demikian. Shalat mereka tidak sah sehingga tentu saja tidak sah menjadikan mereka sebagai imam shalat. Jadi perlu dicatat bahwa apabila ada ulama yang mengatakan bahwa mujassim kafir, maka arahnya adalah pada mujassim yang mengatakan bahwa jisim Allah sama dengan jisim lainnya, bukan pada mujassim pada poin e di atas.

- Pengikut teologi filsafat Yunani yang mengatakan bahwa alam semesta tidak berawal mula sehingga tidak diciptakan oleh Allah, tak ada kebangkitan jasad pasca kematian dan bahwa Allah tidak tahu detail-detail kejadian. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. 

*Catatan ini sebagai pelengkap penjelasan SS kitab i'anah berikut:
CP: fb: K. Abdul Wahab Ahmad

Senin, 27 September 2021

17 WASIAT KH.ARWANI AMIN KUDUS

17 WASIAT KH.ARWANI AMIN KUDUS

1. Dadi wong sing iso syukur (Jadi orang harus bisa bersyukur).

2. Nek ngaji jo dipekso sing penting usaha (Kalau belajar jangan terlalu dipaksakan, yang penting berusaha).

3. Jo ngejar cepet, ngejaro lanyah (Jangan mengejar cepatnya, tapi kejarlah penguasaan).

4. Eleng, cobone wong dewe-dewe (Ingat, cobaan seseorang itu beda-beda ).

5. Saben dino dungakno kyaimu (Setiap hari doakanlah guru/ kyaimu).

6. Jo cepet sambat kabeh nengkene cobo (Jangan mudah mengeluh, semua mengalami cobaan).

7. Maqamku diziyarahi (Makamku ziarahilah).

8. Jo kakean guyon (Jangan kebanyakan bergurau).

9. Nek ibadah sing istiqomah (Kalau beribadah istiqamahlah).

10. Sholate sing ati-ati (Shalatnya yang hati-hati)

11. Nek hajat sing ati-ati (Kalau berhajat yang hati-hati).

12. Sing eman karo wong tuwo (Yang murah hati terhadap orangtua).

13. Jo podo sembrono (Jangan mudah tergesa-gesa).

14. Sopo gelem obah bakal mamah (Siapa yang mau bergerak jangan takut tidak makan).

15. Aku wekas karo sliramu: wiwit mongso iki sliramu saben-sabenderes supoyo tartil. Mergo senejan mung setitik nanging tartil iku luwih utama lan manfaat tinimbang olih akeh nanging ora tartil.
(Aku berpesan kepadamu: mulai sekarang setiap kali kamu deres supaya tartil. Karena meskipun dapat sedikit tapi tartil itu lebih utama dan bermanfaat daripada dapat banyak tapi tidak tartil).

16. Mulo wiwit saiki dibiasaaken sing tartil senejan mung olih sa’juz rong juz sedino. Pengendikane sohabat Abdulloh bin Abbas mengkene “La ‘an aqro-a sûrotan urottilihâ ahabbu ilayya min an
Aqraal qurâna kullahû”
(Makanya mulai dari sekarang dibiasakan yang tartil walau hanya dapat satu atau duajuz sehari. Kata sahabat Abdullah bin Abbas begini: “Jika aku membaca satu surat dengan tartil adalah lebih aku sukai daripada membaca keseluruhan al-Quran.”)

17. Selain itu hal yang sudah nyata, jika terbiasa deres tartil sewaktu-waktu ingin deres cepat tentu bisa. Tapi sebaliknya jika terbiasa deres cepat bahayanya jika disuruh deres
tartil tentu tidak bisa jalan. Makanya kamu hati-hati kalau deres. Cukup sekian wasiatku...

اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِسْلاَمِ وَاخْتِمْ لَنَا بِاْلاِيْمَانِ وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ

Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan Islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman dan akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah.
Aamiin...

Semoga bermanfaat

MENJAWAB PERTANYAAN ANAK KECIL YANG BERTANYA DI MANA ALLAH?

MENJAWAB PERTANYAAN ANAK KECIL YANG BERTANYA DI MANA ALLAH?

Dalam akidah Ahlussunnah wal Jamaah dijelaskan bahwa Allah tidak bertempat. Allah di luar ruang dan waktu sehingga seluruh pertanyaan "di mana" atau "kapan" sejatinya tidak berlaku untuk Allah. Hanya saja, manusia hidup dalam ruang dan waktu sehingga pertanyaan "di mana" ini menjadi sebuah kewajaran, terutama bagi mereka yang belum mempelajari ilmu akidah dengan mendalam.

Bagi orang dewasa, relatif lebih mudah menjelaskan kemahaberbedaan Allah dengan makhluk di mana seluruh makhluk berada dalam ruang (space) sedangkan Tuhan semesta alam mustahil demikian. Allah telah ada sebelum semua ruang atau tempat tercipta dan keberadaan-Nya tidak mengalami perubahan ketika Dia telah menciptakan ruang/tempat bagi makhluk. Yang terikat dalam dimensi ruang/tempat hanyalah makhluk, bukan Sang Pencipta makhluk. Dalil kesimpulan ini sangat banyak dan bersifat pasti.

Namun bagaimana bila yang bertanya adalah anak kecil? Di sinilah banyak yang merasa kesulitan memberi jawaban yang tepat. Dalam kondisi seperti ini, yang perlu dilakukan adalah merujuk pada petunjuk al-Qur'an dan hadis. Mari kita bahas satu persatu.

Ada beberapa hadis yang redaksinya berisi  pertanyaan "di mana Allah". Dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bertanya pada seorang budak perempuan, di mana Allah? Lalu budak perempuan tersebut menjawab: "Di langit". Meskipun diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab sahihnya dan juga oleh perawi lain seperti Imam Abu Dawud dan Ahmad, namun sayang hadis tersebut mudltharrib karena mempunyai beragam versi yang berbeda, baik dalam sanad (rantai transmisi) mau pun matan (konten). Dalam hasil penyelidikan Syaikh Shalahuddin al-Idlibi, pakar hadis ternama dari Suriah, dalam bukunya Bida' al-i'tiqad fi at-Tajsim wa al-Irja' dihasilkan kesimpulan bahwa redaksi paling valid dari pertanyaan Nabi Muhammad kepada budak perempuan tersebut bukanlah "di mana Allah?" tetapi "Siapa Tuhanmu?" lalu redaksi "Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?". Dengan demikian, sejatinya hadis budak perempuan dengan versi "di mana Allah" tidak dapat menjadi pedoman kita dalam hal sepenting ini karena sangat diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah mengucapkan pertanyaan tersebut. Beberapa ulama ahli hadis seperti Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim dan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menerima redaksi  "di mana Allah" tersebut namun dengan memberi catatan bahwa pertanyaan itu bukan pertanyaan tentang lokasi Allah melainkan tentang derajat ketinggian Allah. 

Ada juga hadis lain di mana disebutkan bahwa Rasulullah ditanya "Di mana Allah?" lalu beliau menjawab: "Di hati para hambanya yang beriman". Sayangnya, secara sanad Hadis ini lebih bermasalah dari sebelumnya. Imam al-Iraqi dalam Takhrij Ihya' dan Imam as-subki dalam Thabaqat asy-Syafi'iyah al-Kubra menyatakan bahwa sanad Hadis ini belum diketahui. Dengan demikian, kita abaikan hadis ini.

Apabila kita melihat hadis secara lebih luas dan al-Qur'an secara umum dengan mempertimbangkan seluruh redaksi  yang mengesankan tentang "tempat Allah", maka akan kita temukan jawaban yang sangat beragam, mulai dari: di langit, di atasnya langit, di atas Arasy, di bumi sekaligus di langit, bersama kita di manapun kita berada, di depan orang shalat, di antara kita dan leher hewan tunggangan kita, sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat leher, dan beragam lainnya. Semua ungkapan tersebut disebutkan dalam ayat al-Qur'an atau hadis-hadis sahih. Dari seluruh dalil tersebut, para ulama Ahlussunnah wal Jamaah menyimpulkan bahwa seluruh ungkapan yang mengesankan "tempat Allah" adalah ungkapan metaforis sehingga tidak bertentangan satu sama lain dan tidak juga menghasilkan kesimpulan bahwa Allah ada di mana-mana seperti keyakinan sesat kaum Jahmiyah, dan tidak menghasilkan kesimpulan bahwa Allah hanya ada di satu tempat di atas Arasy saja seperti keyakinan sesat kaum Musyabbihah.

Lalu bagaimana kita menjawab pertanyaan polos dari anak kecil yang akalnya belum mampu memahami realitas ini? Dalam hal ini kita dapat menggunakan panduan umum dari Allah sendiri ketika kita dihadapkan pada pertanyaan semacam ini dan pertanyaan lainnya yang senada, dan itulah yang betul-betul dapat kita gunakan, yaitu:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِی عَنِّی فَإِنِّی قَرِیبٌ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. [Surat Al-Baqarah 186]

Ayat tersebut merupakan jawaban standar bagi banyak pertanyaan tentang Allah. Imam Ar-Razi menjelaskan:

«تفسير الرازي = مفاتيح الغيب أو التفسير الكبير» (5/ 262):
«لَا يَبْعُدُ أَنْ يُقَالَ إِنَّهُ كَانَ فِي بَعْضِ أُولَئِكَ الْحَاضِرِينَ مَنْ كَانَ قَائِلًا بِالتَّشْبِيهِ، فَقَدْ كَانَ فِي مُشْرِكِي الْعَرَبِ وَفِي الْيَهُودِ وَغَيْرِهِمْ مَنْ هَذِهِ طَرِيقَتُهُ، فَإِذَا سَأَلُوهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فَقَالُوا: أَيْنَ رَبُّنَا؟ صَحَّ أَنْ يَكُونَ الْجَوَابُ: فَإِنِّي قَرِيبٌ، وَكَذَلِكَ إِنْ سَأَلُوهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فَقَالُوا: هَلْ يَسْمَعُ رَبُّنَا دُعَاءَنَا؟ صَحَّ أَنْ يَقُولَ فِي جَوَابِهِ: فَإِنِّي قَرِيبٌ فَإِنَّ الْقَرِيبَ مِنَ الْمُتَكَلِّمِ يَسْمَعُ كَلَامَهُ، وَإِنْ سَأَلُوهُ كَيْفَ نَدْعُوهُ بِرَفْعِ الصَّوْتِ أَوْ بِإِخْفَائِهِ؟ صَحَّ أَنْ يجب أن بِقَوْلِهِ: فَإِنِّي قَرِيبٌ، وَإِنْ سَأَلُوهُ هَلْ يُعْطِينَا مَطْلُوبَنَا بِالدُّعَاءِ؟ صَلَحَ هَذَا الْجَوَابُ أَيْضًا، وَإِنْ سَأَلُوهُ إِنَّا إِذَا أَذْنَبْنَا ثُمَّ تُبْنَا فَهَلْ يَقْبَلُ اللَّهُ تَوْبَتَنَا؟ صَلَحَ أَنْ يُجِيبَ بِقَوْلِهِ: فَإِنِّي قَرِيبٌ أَيْ فَأَنَا الْقَرِيبُ بِالنَّظَرِ لَهُمْ وَالتَّجَاوُزِ عَنْهُمْ وَقَبُولِ التَّوْبَةِ مِنْهُمْ، فَثَبَتَ أَنَّ هَذَا الْجَوَابَ مُطَابِقٌ لِلسُّؤَالِ عَلَى جَمِيعِ التَّقْدِيرَاتِ

"Terbuka kemungkinan untuk dikatakan bahwa dalam sebagian penanya yang hadir tersebut ada orang yang beraliran tasybih.  Ada dalam kalangan orang musyrik Arab, Yahudi dan lainnya  yang berpendapat demikian.  Ketika mereka bertanya kepada Nabi Muhammad Alaihi as-Shalatu Wassalam, di mana tuhan kami? Maka bisa dijawab: "Sesungguhnya Aku dekat" 

Demikian juga ketika mereka bertanya kepada Nabi, apakah Tuhan kami mendengarkan doa kami? maka bisa dijawab, maka bisa dijawab: "Sesungguhnya Aku dekat" karena orang yang dekat dengan pembicara akan mendengarkan ucapannya.

Ketika mereka bertanya kepada nabi bagaimana cara kami berdoa kepada Allah, apakah dengan suara keras atau pelan?, maka bisa dijawab: "Sesungguhnya Aku dekat" 

Ketika mereka bertanya kepada nabi, apakah Allah memberikan apa yang kami minta melalui doa? maka jawaban ini ini juga bisa digunakan. Ketika mereka bertanya kepada nabi, apakah ketika kami berdosa Allah menerima  Taubat kami? jawabannya juga bisa "Sesungguhnya Aku dekat"  dalam arti aku mengawasi mereka dan mengampuni mereka serta menerima Taubat dari mereka.  Maka jawaban ini valid dan cocok untuk semua ragam pertanyaan". (ar-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib).

Jadi, ketika anak kecil bertanya dengan polos, di mana Allah? Maka jawaban terbaik sesuai petunjuk ayat di atas adalah: "Allah itu dekat, Nak". Setelah jawaban ini bisa diberikan tambahan penjelasan semisal berikut: "Allah mendengar doa-doa kita dan melihat apa pun yang kita lakukan sehingga kita harus tekun beribadah kepada-Nya, berbuat baik pada orang lain dan jangan berbuat jahat". Tambahan semacam ini diperlukan agar si anak tidak memikirkan tentang Dzat Allah lagi tetapi fokus pada amal baik yang semestinya dia lakukan. Ketika si anak bertanya, "Allah dekat tapi tidak terlihat ya?", maka bisa kita iyakan pertanyaan itu dengan aman sebab memang Allah tidak dapat dilihat di dunia ini (QS. al-An'am: 103). 

Efek jawaban ini akan membuat si anak selalu mengingat Allah tetapi dia tidak akan berpikir bahwa Allah secara fisik ada di mana-mana atau bertempat di semua tempat tetapi di saat yang sama Allah itu satu sebab pemikiran sesat semacam ini terlalu rumit bagi nalarnya yang sederhana. Nalarnya akan mengabaikan kerumitan ini dan hanya fokus pada kesimpulan sederhana bahwa Allah itu ada dan selalu mengawasinya. Ketika si anak sudah semakin besar, maka wajib bagi orang tuanya untuk menjelaskan penjelasan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah yang tepat dan komprehensif bahwa Allah wujud tanpa bertempat. Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat.
#Kiai Abdul Wahab Ahmad

SOLUSI NIAT SHALAT BAGI YANG WAS WAS

SOLUSI NIAT SHALAT BAGI YANG WAS WAS 

Waktu niat shalat menurut madzhab Syafi’i adalah pada saat melafadzkan Allahu Akbar. Jadi, ketika kita mengucapkan takbir, harus bersamaan dgn niat di dalam hati. 

Sedang bagaimana penempatan niat di dalam hati? ulama khilaf: 

Pendapat pertama: Lafadz niat (misal: Ushalli fardhal-Ashri) harus bertepatan waktu mulai mengucapkan alif lafadz ALLAH, dan berakhir tepat pada ra’ lafadz AKBAR. 

Pendapat kedua: Yang penting ada sebagian niat yang bertepatan waktu mengucap Allahu Akbar, tidak masalah di awal atau di akhir takbir. Bahkan, jika niat yang di dalam hati hanya sempat terbersit separuh, tidak apa-apa (Jadi, ketika sudah komplit mengucap Allahu Akbar, dalam hati baru bisa niat, misal: Ushalli saja, atau Ushalli fardhal saja). 

Ada yang sangat beda dengan kedua pendapat diatas, yaitu pendapat Imam Isnawi yang mengadopsi dari tiga Imam Besar (selain Imam Syafi’i). Dan Imam Abu Makhramah sangat menganjurkan penggunaan qaul ini bagi orang was was! Yakni: Boleh membersitkan niat di dalam hati sebelum pelafadzan takbir! Jadi, kita niat dalam hati dulu, lalu langsung takbir, ALLAHU AKBAR!! 

Sumber: Fawaaidul Janiyyah khasyiyah Mawaahibus-saniyyah syarah Faraaidul-bahiyyah karya Syaikh Yasin al-Fadani. Halaman 103-157 cetakan Darul-fikr.
¤ CP: PP. al-Fattah Pule.

Kitab Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang Harus Diluruskan)

Kitab ini adalah kitab induk yang menjadi rujukan dalil-dalil Amaliah Aswaja, seperti kirim pahala, Maulid Nabi shalallahu alaihi wa sallam, ziarah ke makam, Tawassul, Tabarruk dan amalan lainnya yang sering dituduh bidah, syirik, tidak ada dalilnya dan sebagainya.

Kepakaran Sayid Muhammad di bidang hadis tidak hanya terlihat ketika beliau menyampaikan hadis-hadis yang jarang diketahui, tetapi istimbath atau analisa hukum yang diluar jangkauan kita, berhasil dibahasakan dengan mudah oleh beliau.

Kekaguman saya di saat Sayid Muhammad membangun argumentasi dan memberi sanggahan, beliau tetap berdiri di atas etika perdebatan. Kemuliaan akhlak berselisih paham tetap beliau junjung tinggi.

رحم الله سيدي محمد بن علوي المالكي ونفعنا بعلومه وافاض علينا من بركاته

-- K. MA'RUF KHOZIN --

IJAZAH AMALAN, AGAR ANAK TIDAK NAKAL, AGAR CERDAS DAN CEPAT PAHAM BELAJAR

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

IJAZAH AMALAN, AGAR ANAK TIDAK NAKAL, AGAR CERDAS DAN CEPAT PAHAM BELAJAR 

Ambil segelas air putih.

1. Bacalah Ummul Kitab Surah Al-Fatihah 3×

2. Kemudian Bacalah surah Al-‘Alaq
Ayat 1-5 dibaca 11×

INI BACAAN SURAH AL-ALAQ  👇👇

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) 
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) 
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) 
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) 
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

3. Setelah itu tiupkan ke air didalam gelas itu.
Dibaca setiap hari setelah shalat shubuh sebelum waktu isyroq.

4. Orang tua atau pembaca meminum sedikit, lalu berikan kepada anak, Dengan izin Allah, In Syaa Allah, anak yang nakal menjadi sholeh.

Anak yang lambat faham akan ilmu agama, cepat faham.

Anak yang durhaka sama orang tuanya, akan bakti kepada kedua orang tuanya.

Dan anak itu cepat hafal serta mudah mengingat pelajaran.

Dan juga wanita hamil yang mengamalkannya Insya Allah akan mendapatkan anak yang Sholeh dan Sholehah. Aminnn...

SEMOGA BERMANFAAT...

آميــــــــــــــن يـــــــــــــارب العالميــــــــــــــــــن

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ، الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .

RASULULLAH SAW. WUDHU CUKUP SATU GAYUNG

RASULULLAH SAW. WUDHU CUKUP SATU GAYUNG 

مسند أحمد ط الرسالة (4/ 383) أبو عبد الله أحمد بن محمد بن حنبل بن هلال بن أسد الشيباني (المتوفى: 241هـ)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: كَمْ يَكْفِينِي مِنَ الوُضُوءِ؟ قَالَ: مُدٌّ. قَالَ: كَمْ يَكْفِينِي لِلغُسْلِ؟ قَالَ: صَاعٌ، قَالَ: فَقَالَ الرَّجُلُ: لَا يَكْفِينِي. قَالَ: لَا أُمَّ لَكَ " قَدْ كَفَى مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ، رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
مصنف ابن أبي شيبة (1/ 66) أبو بكر بن أبي شيبة، عبد الله بن محمد بن إبراهيم بن عثمان بن خواستي العبسي (المتوفى: 235هـ)
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يُجْزِئُ مِنَ الْوُضُوءِ الْمُدُّ، وَمِنَ الْجَنَابَةِ الصَّاعُ» فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يَكْفِينَا يَا جَابِرُ، فَقَالَ: «قَدْ كَفَى مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ وَأَكْثَرُ شعْرًا» 

Ada seorang lelaki bertanya pada Sahabat Ibnu Abbas ra., “Untuk wudhu, mestinya berapa air yang kita gunakan?” 

“Satu mud” jawab Sahabat Ibnu Abbas ra. 

“Kalau mandi? (Dalam riwayat Sahabat Jabir ra. dengan lafadz: “Jinabah/mandi wajib)” 

“Satu sha’”. 

“Itu ndak cukup untukku!” 

“Kamu gak punya ibu!! (Ekstrim juga kalau marahi 🙂), manusia yang lebih baik darimu yakni Rasulullah shallallahu alaihi wasallama saja cukup,” tegas Sayyidina Ibnu Abbas radhiyallahu anhu.
Riwayat dari sahabat Jabir ra. ada penambahan: “… padahal rambut mulianya juga lebih banyak!” 

Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedang satu Sha’ merupakan satuan takaran yang setara dengan empat mud. Jadi satu sha’ kira-kira 2,5/2,75 liter atau satu timba kecil tidak penuh.
¤ CP: Gus Hizbullah Pule. 

Wallahu a’lam bisshawaab
Allahumma shalli wasallim wa baarik alaih …

Pandangan Imam asy-Syafi'i tentang Tasawwuf

Pandangan Imam asy-Syafi'i tentang Tasawwuf

Dalam manaqib Imam As-Syafii karya Imam Al-Baihaqi disebutkan bahwa Imam asy-Syafi'i berkata: 
“Kalau seorang menganut ajaran tasawuf (tashawwuf) pada awal siang hari, tidak datang waktu zhuhur kepadanya melainkan engkau mendapatkan dia menjadi dungu.”. 

Pastinya seorang yang dimaksud oleh Imam asy-Syafi'i adalah sufi yang tidak ahli fiqh. Hal ini berdasarkan perkataan beliau sendiri dalam diwan Imam Syafi'i:

“Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu. Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tidak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jika kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik “.

Pernyataan Imam asy-Syafi'i ini sejalan dengan pernyataan Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki), 

"Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.” 
(’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

Dan sejatinya seorang sufi adalah menguasai fiqh, sebagaimana jawaban syekh Abu Nashr as-Sarraj di dalam al-Luma, 
"Mereka adalah ulama yang tahu Allah dan hukum-hukum-Nya (ahli fiqh), mengamalkan apa yang Allah ajarkan kepada mereka, menghayati apa yang telah mereka realisasikan dan hanyut (sirna) dengan apa yang mereka hayati. Sebab setiap orang yang sanggup menghayati sesuatu akan sirna dengan apa yang dihayatinya."

Imam Asy-Syafii tidak menganggap kotor kaum sufi dan tidak mengharamkan jalan Tasyawuf, bahkan beliau berkumpul dengan kaum sufi dan melalui jalan mereka sebagaimana perkataan beliau, 

“Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.” 
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz. 1, hal. 341)

Perkataan  Imam Asy-Syafii, “Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama sekali.” (Manaqib Imam As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi). Mungkin sufi yang dimaksudkan oleh beliau adalah sufi pada jamannya yang diketahui beliau, bukan sufi secara keseluruhan. Mungkin juga pernyataan ini disampaikan pada saat beliau belum mengenal sufi. Allahua'lam.

Yang pasti pernyataan beliau tersebut jika difahami apa adanya tanpa memperhatikan kondisi dan waktu beliau akan menjadi kontradiktif dengan pernyataan beliau lainnya di dalam diwan Imam asy-Syafii. Di dalam diwan tersebut beliau sama sekali tidak memandang sufi sebagai orang yang tidak berakal. Mustahil orang tidak berakal mengajari beliau hal-hal yang baik dan benar, dan mustahil pula beliau mau dibimbing dalam jalan orang-orang yang tidak berakal.

Jika seluruh sufi adalah orang yang tidak berakal, mustahil Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tidak ada orang yang lebi baik dari mereka  (Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al-Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi). 

Nasihat Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) kepada anaknya dan kita semua terkait tasyawuf adalah sebagai berikut, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” 
(Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi). 

Cp.

Debat "Berkah" antara Ada dan Tiada, Syaikh Ibrahim bin Adham ra

PERDEBATAN 'BERKAH' ANTARA ADA & TIADA 

Syaikh Ibrahim bin Adham ra., suatu ketika pernah terlibat dialog dengan salah seorang kafir zindiq yang tidak percaya akan eksistensi barokah. 
Zindiq itu berkelakar, "Yang namanya barokah itu jelas tidak ada (hanya mitos)".
Mendengar itu, Syaikh Ibrahim lantas menanggapi pernyataannya:
Bin Adham : "Pernahkah kamu melihat anjing dan kambing?
Zindiq : Ia, tentu...
Bin Adham : Mana dari keduanya yang lebih banyak berreproduksi dalam melahirkan anak-anaknya?
Zindiq : Pastinya anjing, anjing bisa melahirkan sampai 7 anak anjing sekaligus. Sedangkan kambing hanya mampu melahirkan setidaknya hanya 3 anak kambing saja.
Bin Adham : Coba perhatikan lagi di sekelilingmu, manakah yang lebih banyak populasinya antara anjing dan kambing?
Zindiq : Aku lihat kambing lebih mendominasi, jumlahnya lebih banyak dibandingkan anjing.
Bin Adham : Bukankah kambing itu sering disembelih? Entah itu untuk keperluan hidangan jamuan tamu, prosesi kurban Idul Adha, acara aqiqah, atau momen istimewa dan hajat lainnya? 
Tapi ajaibnya spesies kambing tidak kunjung punah dan bahkan jumlahnya justru nampak melebihi anjing.
Zindiq : Iya, iya, betul sekali
Bin Adham : Begitulah gambaran berkah
Zindiq : Jika tamsilnya begitu, lalu kenapa justru kambing yang mendapat berkah, bukan anjing? 

Syaikh Ibrahim Bin Adham kemudian menutup dialog itu dengan jawabannya yang cukup menyentil: 

لأن الأغنام تنوم أول الليل و تصحى قبل الفجر فتدرك وقت الرحمة فتنزل عليها البركة. وأما الكلاب تنبح طول الليل فإذا دَنا وقت الفجر هجست ونامت ويفوت عليها وقت الرحمة فتنزع منها البركة
Karena kambing lebih memilih tidur di awal petang tapi, ia selalu bangun sebelum fajar, di saat itulah ia mendapati waktu yang penuh dengan rahmat, hingga akhirnya turunlah Berkah kepadanya. 
Beda halnya dengan anjing, ia suka menggonggong sepanjang malam, tetapi di saat menjelang fajar ia malah pergi tidur sampai melewatkan saat-saat turunnya kucuran Rahmat dan ia pun tidak kebagian Berkah. 

Wallahu A'lam
**************
Cp: Gus Dewa Menjawab

Dasi dalam Islam, Maulana Syekh Yusri Rusydi al-Hasani hafizhahullah

Nambah wawasan.....
----------------------------------
Syekh Berdasi
_______________
Maulana Syekh Yusri Rusydi al-Hasani hafizhahullah bercerita:

"Suatu hari aku mengajar dengan mengenakan الكَرَفَتَّة (dasi).*

Aku lihat ada yang komentar di video pengajian:

"Syekh ini kok berdasi mengenakan pakaian yang mirip orang kafir?!".

Dia sibuk mengomentari dasiku tanpa memperdulikan faedah dari yang aku sampaikan..

Aku tidak menjawab.. suatu saat aku akan menjelaskan di pengajian..

Jadi كرافات Cravate itu berasal dari kata:
كروات.

Yaitu Kroasia.. 

Sejarahnya: di masa lalu, umat Islam di sana sangat sedikit.. jadi untuk menunjukkan identitas diri mereka agar dikenali saudara mereka sesama muslim, mereka mengenakan kain yang diikat di leher mereka.

Orang-orang Barat melihat itu merupakan suatu yang indah, maka mereka pun menirunya.. makanya namanya di kebanyakan negara dinisbahkan pada Kroasia.

Kemudian penggunaan dasi itu ditiru di berbagai belahan bumi.. 

Jadi dasi itu mulanya merupakan pakaian umat Islam......".

* di wiki disebutkan nama untuk dasi di beberapa bahasa:
Moritania: Kravat.
Portugal: Gravata.
Kroasia: Kravata.
Italia: Cravatta.
Francis: Cravate.
Spanyol: Corvatta.
Polandia: Krawat.
Jerman: Krawatte.
Rusia: Галстук.
Ukrania:Краватка

Tentang Darah Haid, PENTING DAN JARANG DIKETAHUI

PENTING DAN JARANG DIKETAHUI | UNTUKMU WAHAI KAUM HAWA 

Jika darah haidnya seorang wanita telah berhenti, maka wajib baginya untuk mandi lalu menunaikan shalat. Jika dia suci di waktu Subuh, Dhuhur, dan Maghrib, maka dia hanya wajib menunaikan satu shalat saja untuk masing-masing waktu tersebut. 

Namun jika sucinya di waktu Ashar, maka dia wajib shalat Dhuhur dan Ashar. Dan jika sucinya di waktu Isya’, maka dia wajib shalat Maghrib dan Isya. Karena keduanya; waktu Ashar dan Isya, merupakan waktu yang memungkinkan bagi seorang wanita untuk menjamak dua shalat, yaitu shalat Dhuhur dengan Ashar, dan shalat Maghrib dengan Isya’. 

Pendapat ini merupakan pendapat dalam madzhab Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan fuqaha sab’ah (ahli fiqh yang tujuh, yaitu : Said bin Musayyib, Al-Qasim bin Muhammad, Sulaiman bin Yasar, Urwah bin Az-Zubair, Kharijah bin Zaid, Ubaidillah bin Abdullah, dan Abu Bakar bin Abdurrahman). 

Imam An-Nawawi (w.676 H)  rahimahullah menyatakan: 

وَإِنْ كَانَتْ عَصْرًا أَوْ عِشَاءً وَجَبَ مَعَ الْعَصْرِ الظُّهْرُ وَمَعَ الْعِشَاءِ الْمَغْرِبُ بلا خلاف
“Dan jika shalat yang didapatkan waktunya adalah shalat Ashar atau Isya’, maka wajib shalat Ashar dan Dhuhur, dan wajib shalat Isya’ dan Maghrib, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama Syafi’iyyah.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 3/65]. 

Urutan menunaikannya dianjurkan sesuai dengan urutan waktu shalat.  Shalat Dhuhur dulu, lalu shalat Ashar, shalat Maghrid dulu, lalu shalat Isya’. Namun jika tidak urut, maka tetap sah. Terkecuali jika waktu shalat yang dijumpai tidak cukup untuk melaksanakan shalat yang sebelumnya, dimana jika menunaikan shalat yang terlewat terlebih dahulu, sangat besar kemungkinan shalat yang hadir akan luput/habis waktunya, maka dalam keadaan ini wajib menunaikan shalat yang hadir dulu. [Lihat: Syarhul Muhadzdzab : 7/30].

Hukum Jual-Beli dengan Sistem Kredit Perspektif Syekh Abdul Karim Al-Mudarris

Hukum jual-beli dengan sistem kredit
Dalam perspektif Syekh Abdul Karim al-Mudarris

سئل رحمه الله عن البيع بالأقساط وذلك عما إذا باع شخص عينا بثمن نقدا وبأزيد منه مئجلا بأقساط هل في هذا النوع من البيع شبهة الربا أم لا؟

Beliau Rahimahullah ditanya tentang jual beli dengan sistem kredit, yaitu ketika seseorang menjual suatu komoditas dengan harga tertentu jika tunai, dan melebihkan harganya jika ditangguhkan dengan cara dicicil beberapa kali cicilan (kredit). Apakah model jual-beli seperti ini mengandung syubhat riba ataukah tidak?

فأجاب رحمه الله تعالى: إذا باع شخص عينا بثمن نقدا وبأزيد منه مئجلا بأقساط هو أن ذلك البيع صحيح لأن الفقهاء قرروا باعتبار الفرق بين قيمة المال نقدا وبينه مؤجلا والأجل يقابله قسط من العوض.

Syekh Abdul Karim Rahimahullah menjawab:
Jika seseorang menjual suatu komoditas dengan harga tertentu dengan tunai, dan melebihkan harganya jika ditangguhkan dengan cara dicicil beberapa kali cicilan (kredit), maka penjualan itu sah (benar). Hal ini karena para pakar fiqh menetapkan pertimbangan perbedaan antara nilai harta itu jika tunai dan jika ditangguhkan, sedangkan penangguhan itu sebanding dengan kompensasi dari ganti-rugi tersebut. 

وما استدل به مانعون من النهي عن بيعتين في بيعة كما ورد به الحديث الشريف فلا يكون حجة له لأن البيعتين في بيعة عبارة عن أن يقول البائع للمشتري في كلام واحد بعتك هذا المال حاضرا بعشرة والى شهر بخمسة عشر ويقبل المشتري بدون أن يتبين بأي ثمنين يأخذه وهذا فاسد لأن الإيجاب مشتمل على الترديد وكذلك القبول.

Adapun larangan yang dijadikan dalil oleh orang yang melarang tentang dua jual beli dalam satu transaksi sebagaimana tersebut dalam hadis, maka itu bukanlah hujjah untuknya. Hal ini karena dua jual beli dalam satu transaksi adalah ungkapan jika seorang penjual berkata pada pembeli dalam satu perkataan: Aku jual barang ini tunai dengan harga 10 dan jika tempo sebulan dengan harga 15. 
Lalu, si pembeli menerima tanpa penjelasan dengan harga yang mana yang ia ambil. (Praktek seperti) ini rusak, karena ungkapan ijab (perkataan si penjual) ini mengandung keraguan, demikian pula ungkapan qabul (perkataan si pembeli).

وأما اذا تفهما المتبايعان وقررا أن الثمن الحال كذا والمؤجل كذا فقال المشتري أقبل بالؤجل وباعه البائع بالثمان الزائد المؤجل فهو صحيح عند جمهور الأئمة كما تصرح به الكتب المعتمدة. والله أعلم.

Adapun jika kedua penjual-pembeli itu saling memahami dan menetapkan bahwa harga tunai sekian, sedangkan harga kredit sekian, lalu si pembeli berkata: Aku ambil yang kredit dan si penjual menjualnya dengan harga lebih yang ditangguhkan (kredit) itu, maka jual-beli ini sah/benar dalam pandangan Jumhur Imam madzhab sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab mu'tamad. Wallahu a'lam.

Sabtu, 25 September 2021

Syekh Imam Nawawi al-Bantani

Inilah yang terjadi saat makam Syaikh Nawawi Al-Bantani hendak dibongkar oleh pemerintah Saudi Arabia.

Syahdan, datanglah para petugas dari pemerintah kota Makkah untuk menggali kuburnya. Namun yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak ada lecet atau tanda - tanda pembusukan seperti umumnya jenazah yang telah lama dikuburkan. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikit pun.

Sontak kejadian ini mengejutkan para petugas yang sedang membongkar makam beliau. Menjadikan mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan.

Langkah bijak lalu diambil. Pemerintah Arab Saudi kemudian memberi pengumuman untuk melarang membongkar makam Syekh Nawawi Al-Bantani tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma'la, Makkah.

Syekh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani (1813-1898).

Nama lengkap beliau ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani.
Beliau dilahirkan di Tanara, Serang, Banten, pada tahun 1230 H /1813 M.
Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani. Dan rupanya beliau masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (Cirebon).
 
Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Mekkah, karena saat itu Indonesia – yang namanya masih Hindia Belanda - dijajah oleh Belanda, yang membatasi kegiatan pendidikan di Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, beliau kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
 
Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat beliau tidak bebas bergiat. Maka beliau pun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di sana. Banyak sumber menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada tahun 1314 H /1897 M.
Namun menurut kitab Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, kitab yang membahas tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, beliau wafat pada 1316 H /1898 M.
 
Syekh Nawawi Al-Bantani adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Sedang 2 ulama yang lain ialah murid - murid beliau juga, yaitu Syeh Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfudz Termas (Pacitan).

Ini menunjukkan bahwa kealiman dan ilmu beliau sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab.
 
Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram sampai akhir hayatnya yaitu sampai 1898.
Lalu dilanjutkan oleh kedua murid beliau itu.

Wajar, jika beliau dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Muhammad, Sayyidah Khadijah RA di pemakaman Ma'la Makkah.
 Syekh Nawawi Al-Bantani mendapatkan gelar Sayyidu Ulama’ al-Hijaz yang berarti "Sesepuh Ulama Hijaz" atau Guru dari Ulama Hijaz atau Akar dari Ulama Hijaz.

Yang menarik dari gelar di atas adalah beliau tidak hanya mendapatkan gelar Sayyidu ‘Ulama al-Indonesia sehingga bermakna, bahwa kealiman beliau tidak hanya diakui di semenanjung Arabia, namun juga di tanah airnya sendiri.
Selain itu, beliau juga mendapat gelar Al-imam wa al-fahm al-mudaqqiq yang berarti Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam.

SAFINATUN NAJAH

More »