Jumat, 28 Agustus 2020

Bacaan Saktah dalam Qiro'ah Ashim dan Cara Bacanya

 Bacaan Saktah dalam Qiro'ah Ashim dan Cara Bacanya

Mungkin dari kita masih ada yang belum mengetahui tengtang hukum saktah dan bagaimana cara menerapkannya. Untuk itu, saya membuat postingan tentang hukum saktah dalam ilmu tajwid.

 
Pengertian Saktah

Saktah artinya diam dan mencegah. Adapun secara istilah adalah
قَطْعُ الْكَلِمَةِ مِنْ غَيْرِ تَنَفُّسٍ بِنِيَةِ الْقِرَاءَةِ
Saktah adalah memutus kata sambil menahan nafas dengan niat meneruskan bacaan.  Ketika ada saktah, kita berhenti sejenak kira-kira ukuran 2 harokat tanpa mengampil nafas dan bacaannya disambungkan.
 
Bacaan Saktah
Sedangkan dalam Qira’ah Imam Ashim riwayat Hafsh, bacaan saktah dalam al-Qur’an ada di empat tempat, yaitu:
1.     Surat Al-Kahfi ayat 1-2
Pada kata (عِوَجًا) di akhir ayat satu surat Al-Kahfi dan apabila hendak melanjutkan ke ayat dua maka diberlakukan saktah. Berikut ayatnya:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا س(١) قَيِّمًا لِّيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (٢)

 ”Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al kitab (Al-Quran) dan Dia tidak Mengadakan kebengkokan di dalamnya (1). Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik (2)”. 

 
Pada kata (عِوَجًا) tidak diterapkan ikhfa’ melainkan mad iwadh seperti ketika waqof. Adanya saktah pada akhir ayat satu supaya tidak ada pembiasan makna. Ditakutkan bahwa kata (قَيِّمًا) disangka sebagai shifat/naat untuk kata (عِوَجًا). Kata (قَيِّمًا)  artinya lurus sedangkan (عِوَجًا) artinya kebengkokan. Sehingga tidak mungkin yang lurus menyipati yang bengkok. Kata (قَيِّمًا) kedudukannya sebagai hal. 

Apabila kita waqof di akhir ayat satu maka tidak berlaku hukum saktah. Hukum berlakunya ketika diwashol/disambung dari ayat satu sampai ayat dua.

2.     Surat Yasin ayat 52
قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا س هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (٥٢)

”Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! siapakah yang membangkitkan Kami dari tempat tidur Kami (kubur)?”. Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul-Nya.”

Saktah pada kata (مَرْقَدِنَا) lalu dilanjutkan ke (هَذَا). Faidah adanya saktah pada ayat ini ialah menjelaskan bahwa perkataan orang-orang kafir berhenti (مَرْقَدِنَا) dan dari (هَذَا) adalah perkataan Malaikat. Sehingga (هَذَا) bukan sifat/naat dari (مَرْقَدِنَا) melainkan jadi mubtada’. Cara membaca ayat ini ada dua pilihan yaitu waqof dan washol. Apabila waqof maka berhenti di kata (مَرْقَدِنَا) dan ibtida’ dari kata (هَذَا). Apabila diwasholkan maka diberlakukan hukum saktah.

3.     Surat Al-Qiyamah ayat 27
Surat Al-Qiyamah ayat 27 yang disaktahkan yaitu pada kata (مَنْ), berikut ayatnya:
وَقِيلَ مَنْ س رَاقٍ  (٢٧)
Pada ayat di atas harus diterapkan bacaan saktah, karena tidak diperbolehkan waqof pada kata (مَنْ) dan ibtida’ dari (رَاقٍ). Jadi harus dibaca washol dengan menerapkan hukum saktah. Saktah pada ayat ini adalah untuk menjaga izhharnya nun mati. Apabila nun mati diidghomkan ke huruf ro’ maka ditakutkan dianggap menjadi kata (مَرَّاق) yang sesuai dengan wazan (فَعَّالٌ).
4.     Surat Al-Muthoffifin ayat 14
Adapun saktah pada surat Al-Muthoffifin ayat 14 adalah pada kata (بَلْ). Berikut ayat lengkapnya:
كَلا بَلْ س رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ (١٤)
Ketika kita membaca surat Al-Muthoffifin ayat 14 maka harus diterapkan hukum saktah pada kata . Sama dengan saktah di surat Al-Qiyamah, saktah di ayat ini agar tidak terjadi kesalahan makna bila tidak disaktahkan. Apabila tidak ada saktah maka Lam diidghomkan ke Ro karena termasuk idghom mutaqoribain. Ketika idghom maka orang yang tidak tahu tulisannya akan mengira (بَلْ) dan (رَانَ) adalah satu kata menjadi (بَرَّانَ).

==============
Ayat ini harus dibaca washol sampai akhir ayat dengan menerapkan saktah dan tidak boleh waqof pada kata (بَلْ) dan ibtida’ dari (رَانَ). Tidak bolehnya waqof pada kata (بَلْ) karena belum sempurna maknanya.
 
#Bacaan Saktah Lainnya
Selain empat ayat di atas, dalam qiroath Imam Ashim ada dua tempat yang biasanya diterapkan saktah, yaitu:
1.     Antara akhir surat surat Al-Anfal dan awal surat At-Tawbah
Yaitu pada kata (عَلِيمٌ) pada ayat terakhir surat Al-Anfal. Bila kita ingin mewasholkan akhir surat Al-Anfal ke awal surat At-Tawbah maka boleh disaktahkan. Berikut ayatnya:
....إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٧٥) بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ....
Namun saktah pada ayat ini merupakan salah satu alternatif dari tiga cara yang dibolehkan yakni boleh washol, saktah atau waqof.
2.     Surat Al-Haqqoh ayat 28-29
Pada akhir ayat 28 surat Al-Haqqoh terdapat Ha’ zaidah sukun dan di awal ayat berikutnya ada Ha’. Apabila ingin menyambungkan ayat 28 ke ayat 29 maka boleh dibaca saktah antara kedua Ha’ tadi.
مَآ أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (٢٨) هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ (٢٩)
Boleh juga dibaca idghom karena Ha’ sukun bertemu Ha’ dan dihukumi idghom mutamatsilain.
Dalam qira’at sab’ah bacaan saktah banyak ditemukan pada Qira’ah Imam Hamzah, yaitu setiap ada hamzah qatha’ yang sebelumnya ada tanwin atau alif lam ta’rif, seperti:
رَسُوْلٌ أَمِيْنٌ - عَذَابٌ أَلِيْمٌ - اَلْأَنْهَارُ - فِي الْأَرْضِ

 

Sumber copas: https://hahuwa.blogspot.com/2017/01/bacaan-saktah-dalam-qiroat-ashim.html?m=1

0 komentar:

Posting Komentar

SAFINATUN NAJAH

More »