Senin, 25 April 2022

Inspirasi Ramadhan: Semua adalah Milik Allah

“Inspirasi” Ramadhan: semua adalah milik Allah (oleh Sayyid Hamid Bin Sayyidil Habib Umar Bin Hafidz, diterjemahkan oleh debu sandal mulia beliau Muhammad Ismael Al Kholilie) 

“Suatu hari seorang kaya yang baik dan dermawan bertemu dengan seorang miskin yang tidak memiliki apa-apa. orang baik itu kemudian mengajak si miskin ke rumahnya, ia memuliakannya dan menjamunya dengan aneka makanan dan minuman lezat. dan si miskin itu, setiap kali ia mengambil jamuan yang ada di hadapannya. ia mengambilnya dengan rasa malu, hatinya juga penuh dengan rasa sungkan. 

Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya si miskin mulai terbiasa dengan jamuan dan penghormatan yang luar biasa itu. dan perlahan ia mulai lupa akan keadaannya di masa lampau, ia mulai tidak menyadari “status”-nya dulu sebagai si miskin yang bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Ia juga mulai lupa bahwa semua jamuan yang ia terima adalah murni pemberian dari tuan rumah yang sangat baik itu. karena sudah terbiasa, akhirnya ia mulai tidak malu-malu lagi, adabnya yang dulu penuh rasa hormat dan sungkan kini perlahan mulai hilang. Hingga akhirnya ia mulai mengira bahwa semua jamuan yang ada dihadapannya adalah miliknya, yang boleh ia perbuat semaunya. ia makan tanpa izin dari tuan rumah dulu, ia juga memberikan aneka makanan dan minuman itu kepada para temannya, sekali lagi tanpa izin dari tuan rumah.  

Ketika melihat sikap si miskin yang mulai tidak sopan, akhirnya si tuan rumah menghentikan jamuannya itu. si miskin, ketika melihat tuan rumah tidak lagi memberinya jamuan, ia akhirnya sadar dan kembali ke “akal sehat”-nya. ia mulai menyadari betul bahwa semua jamuan yang ada di hadapannya bukanlah miliknya, jika iya, tidak mungkin ia “dihalangi” dari semua itu. 

Di hari berikutnya, ketika melihat bahwa si miskin sudah mulai sadar. tuan rumah yang baik hati itu kembali mengeluarkan jamuan-jamuan lezat itu. dan si miskin kembali ke “keadaannya” yang semula, dimana ia menerima semua jamuan itu dengan rasa sungkan dan penuh adab. Karena rasa dan sikap kurang ajarnya dengan menganggap jamuan itu adalah miliknya kini hilang setelah satu hari saja jamuan itu dihentikan darinya. 

Kita semua datang ke dunia ini dalam keadaan tidak punya apa-apa.. kemudian Allah memberikan kita berbagai anugrah dan nikmatnya mulai dari harta, kesehatan, dan menumpahkan untuk kita nikmat-nikmat lainnya. Ketika seorang mu’min menyadari hakikat ini, maka ia akan merasa malu dan sungkan kepada Allah, yang membuatnya selalu menjaga adab dalam nikmat-nikmat yang Allah berikan. 

Akan tetapi “hijab terbiasa” seringkali menghalangi seseorang dari apa yang selama ini ia yaqini tanpa ada ragu sama sekali. Akhirnya ia mengira bahwa semua yang ia punya adalah mutlak hak miliknya. 

Ketika ia ada di lingkaran asumsi itu, datanglah bulan Ramadhan yang mencegahnya dari makan, minum dan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaannya. yang menghalanginya dari hal-hal yang ia sukai selama ini. 

Akhirnya ia kembali sadar, dan mulai mengingat kembali hakikat yang selama ini ia lupakan bahwa apa yang ia punya selama ini sejatinya bukan miliknya. itu semua adalah murni pemberian Allah, murni Anugrah dari Allah, ia tidak memiliki apapun meski hanya sekecil biji sawi. 

Rasa lapar dan haus di terik siang bulan Ramadhan membuatmu paham, ketika air dingin dan makanan lezat ada di hadapanmu, dan semua itu engkau dapatkan dengan jerih-payahmu sendiri. Kemudian engkau hanya bisa melihatnya tanpa berani menyentuh satupun air atau anekan makanan itu, sedangkan rasa lapar sudah mulai mencubit perutmu. Mengapa ? Karena Pemiliknya yang sejati sekarang melarang dirimu untuk menyentuhnya.. 

Andai saja Allah yang mencegahmu dari semua itu bukanlah pemiliknya yang hakiki, maka larangannya atas dirimu akan menjadi ikut campur atau interfensi yang tidak penting, dan engkau tentu tidak akan mengindahkan larangannya. 
Akan tetapi engkau patuh dan tunduk kepada perintah-Nya, apakah itu semua tidak membuatmu sadar bahwa engkau dan semua yang kau miliki pada hakikatnya adalah milik Allah semata ? 

Engkau tidak mampu menikmati makanan itu di siang hari Ramadhan meskipun hanya sebutir nasi, karena sejatinya semua itu memang bukan milikmu, andai betul semua itu adalah hak milikmu maka tak kan ada satupun yang bisa melarangnya darimu..

Di bulan Ramadhan, beberapa saat sebelum maghrib engkau melihat orang-orang duduk mengelilingi aneka makanan dan minuman yang ada di depan mereka, dan tak ada satupun diantara mereka yang berani menyentuh semua itu, mereka hanya bisa memandangnya saja. seakan-akan mereka ada dalam sebuah jamuan dan mereka sedang menunggu tuan rumah berkata kepada mereka : silahkan.. makanlah.. 

Ya, mereka memang seperti itu. mereka menunggu pemilik jamuan itu memberi izin dan mempersilahkan mereka. dan Ia telah menjadikan terbenamnya matahari sebagai tanda dari izin-Nya. 

Apakah semua moment itu tidak membuatmu sadar bahwa selama ini engkau ada dalam jamuan agung Allah ? Yang Allah buka selebar-lebarnya untuk dirimu sepanjang tahun dan hanya Ia tutup dalam waktu yang sangat sebentar di bulan Ramadhan ? 

Apakah semua itu juga tidak cukup membuatmu sungkan dan malu kepada Allah ? Lalu bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat-nikmat pemberian-Nya dalam hal-hal yang Ia Ridhoi ? 

Sepanjang tahun engkau tau bahwa barang yang ada di tangan orang lain bukanlah milikmu, dan engkau tidak boleh Menggunakan barang itu tanpa izin pemiliknya. akan tetapi di bulan Ramadhan engkau juga dipaksa mengakui bahwa semua yang engkau punya sekalipun sejatinya juga bukanlah milikmu. dan tak seharusnya engkau menggunakan semua itu kecuali dengan Ridho dan izin pemilik sejatinya yaitu Allah. 

Ya Allah berilah kami pertolongan untuk bisa memahami-Mu, dan karuniai kami adab yang sempurna kepada-Mu, dan sempurnakanlah bagian kami dari ibadah puasa kami, dan dari semua kebaikan yang kau berikan kepada hamba-hamba-Mu wahai Dzat yang Maha kuasa atas segala sesuatu 

( selesai diterjemahkan diatas ketinggian 6096 meter, dalam pesawat Garuda Indonesia, rute Jakarta-Surabaya 22 April 2022 )

0 komentar:

Posting Komentar

SAFINATUN NAJAH

More »