Kelas Iqra', usia TK dan SD kelas 1

Anak-anak dibimbing sungguh2, belajar baca Al-Qur'an dari NOL, mulai dari mengenal HURUF. Pengajaran Semi Private. Sambil menunggu temannya, setiap anak haruf aktif membaca sendiri2. Yg sudah diajari juga harus mengulang2 bacaan. Tidak boleh behennti. Tidak ada istilah CAPEK.

Belajar Menulis Arab dan Menghafal

Tidak hanya belajar membaca, juga belajar menulis Arab, belajar menghafal dua kalimat syahadah, doa-doa, kalimat2 thoyyibah, dsb.

Mereka Tabungan Akhirat Kita

Mereka adalah tabungan akhirat kita. Dunia adalah tempat bercocok tanamnya akhirat. Semoga mereka menjadi anak-anak yang sholeh-sholehah, yang paham ilmu agama Islam dan bisa mengajarkannya. Menjadi kebanggaan Rasulullah, kebanggaan guru dan orang tuanya. Berguna dimanapun berada. Amin.

Safinatun Najah dan Sullamut Taufiq

Dua kitab wajib sebagai mata pelajaran. Safinah untuk fiqih dasar dan Sullam yang berisi Aqidah/Tauhid, Fiqih dan Akhlaq sebagai lanjutan. Disamping pelajar lain seperti Aqidatul Awam (aqidah), Alala (akhlak) dan Tajwid.

Ngaji Subuh khusus Fiqih

Semoga program ngaji shubuh ini bisa terus berlanjut dan istiqomah dan mendapat dukungan dari para orang tua (wali). Banyak sekali manfaat dan berkah di waktu shubuh.

Dibuka Pendaftaran Ngaji Kapan Saja

Bisa daftar ngaji kapan saja, yang penting ada niat sungguh-sungguh ingin belajar atau mendidik anak.

Senin, 28 Maret 2022

MENGAKU BERTEMU NABI KHIDIR AS. DAPATKAH DIPERCAYA | MAYBE YES MAYBE NO

MENGAKU BERTEMU NABI KHIDIR AS. DAPATKAH DIPERCAYA | MAYBE YES MAYBE NO 

Syekh Abdul Wahhab As-Sya'rani berkata: Aku mendengar Syekh Ali (teman dekat dari Syaikhul Islam Zakariya al Anshori dlm menuntut ilmu, dan masyhur sering bertemu dgn Nabi Khidhir) berkata sa'at berada di Madrasah Al Kamiliyah Mesir:
Nabi Khidhir tidak akan bertemu dgn seseorang kecuali dlm diri orang tersebut terdapat 3 akhlaq. Jika tidak ada 3 hal tersebut, walaupun ibdahnya sperti Malaikat, maka tidak akan pnh bertemu dgn Nabi Khidir As.
Dan 3 akhlaq tersebut adalah:
- Seluruh aktifitasnya selaras dgn sunnah² Rasulullah Saw.
- Tidak rakus / tergiur dgn duniawi.
- Hatinya selamat dari rasa benci, dendam, hasut dll. terhadap sesama umat islam. 

Maka tidak dapat di percaya ketika ada orang yg mengaku bertemu dgn Nabi Khidir As. tp masih ada penyakit hati pada sesama muslim, senang terhadap dunia & jarang mengamalkan sunnah² Rasulullah Saw. 

Sumber: Kitab Sayyidii Al Khadhir Ra'sul Auliya'  karya Syekh Muhammad bin Muhammad Al Tamsamani.

Jumat, 25 Maret 2022

Kritikan untuk Orang-orang NU | Gus Baha'

*Kritikan Untuk Orang-orang NU*
Oleh: Gus Baha

 
NU itu terlalu banyak pengajian umum. Tradisi ngaji (kitab) mulai hilang. Itu lampu merah. Orang kaya suka ulama. Suka kiai. Tapi maunya ngatur ulama, tidak mau diatur ulama.

Saya ga mau ngaji yang ribet itu. Harus pasang panggung, sound system, yang penting bupati datang. Ribet.

Mereka habis 50 juta, 100 juta tidak masalah. Tapi sesuai mau mereka, yang datang jamaahnya banyak. Coba, kalo nuruti maunya kiai, ulama, ngajinya menganalisa kitab, uangnya buat mencetak naskah, pasti tidak mau.

Saya ingin kebesaran ulama itu kembali, yaitu bisa mengatur orang kaya. Bukan seperti sekarang, diatur orang kaya.

Banyak yang datang minta pengajian umun, bawa alphard, saya jawab kalo mau ngaji datang ke sini saja. Kalo kiai diatur-atur, kan ribet.

Bukan saya anti. Dan itu perlu. Tapi sudah over. Tapi tradisi ngaji yang sebenarnya, yang jadi standar NU, sudah mulai ditinggalkan.

Ditambah, kiai yang kedonyan, cinta dunia. Klop. Yang kaya, tahunya memuliakan kiai dengan uang, kiainya juga senang. Musibah. Terutama di Jawa Timur.

Saya keluar dari kantor PWNU Jawa Timur, langsung dikasih voucher umroh. Saya jawab, tidak, saya kiai Jawa Tengah.

Makanya saat saya diundang di Tebu Ireng, Pondok Syaikhona Kholil, Termas … Saya mau asal, disediakan naskahnya Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Kholil, Syaikh Mahfudz Termas.

Ya, saya ngajinya kitab para pendiri pesantren itu. Bukan ngaji Gus Baha tapi ngaji Mbah Hasyim Asy’ari, dll.

Ini kan musibah. Selama ini dzurriyah, para cucu tidak peduli dengan naskah pendiri. Padahal ada ahli filologi, pengumpul naskah. Naskah masyayikh kita ada di luar negeri, cucunya ga punya.

Saya punya naskahnya Syaikh Mahfudz yang tidak ada di Termas. Saya dikasih Mbah Moen. Akhirnya, para cucu ngaji ke sini.

Coba, Sirojut Tholibin di cetak di mana-mana, termasuk Yaman. Namun, kita tahu nasibnya di Jampes.

Kiai-kiai NU itu sudah alim. Ngerti hukum secara tafsil, kok malah hobi bicara yang mujmal. Ini kan sudah mau pinter, di suruh goblok lagi.

Anda itu ngaji, sampai buka kamus, meneliti tiap kata, harusnya ngajarnya seperti itu. Agar tetap alim.

Ada kiai yang sehari manggung 3 kali. Padahal, pasti dia tidak paham problem dakwah di setiap tempat itu. Dia tidak tahu objeknya, tidak tahu obatnya. Pasti bicaranya standar, itu-itu saja, yang penting lucu dan menarik. Mana ada waktu untuk belajar lebih dalam?

Akhirnya ada orang ceramah ditambahi musik macam-macam. Karena dia tidak alim. Tidak terkontrol, yang penting menarik.

Akhirnya ya goblok beneran. Pondok NU juga ikut-ikutan tren. Bikin acara, ya pengajian umum. Yang datang banyak.

Masak, pondok NU mengundang Ustad/Kiai yg tidak jelas. Karena ikut tren tadi. Tidak tahu, keduanya itu kategorinya apa, detailnya mereka. Musibah lagi, warga NU membaca tulisan Gus Ulil, Nusron bahkan Abu Janda tapi tidak tahu naskahnya Mbah Hasyim Asy’ari.

Saya hanya ingin, tradisi ilmiah di NU itu kembali. Kiai tidak boleh diatur orang kaya. Jika tidak, NU bisa habis (orang alimnya). Saya di NU ditugasi ini, bukan yang lain. Maka, saat saya di Lirboyo, saya bilang ‘Gus Kafa, saya lebih senang disambut 4 santri yang benar-benar niat ngaji, daripada banyak santri yang niatnya tidak jelas’. Kemudian, setiap kali saya ke Lirboyo, anak, mantu, cucu dikumpulkan dulu ngaji sama saya.

Jika, kita 5 tahun saja memulai. NU akan hebat. Jika bukan anak kita yang jadi alim, cucu kita akan jadi ulama. Itulah NU. NU itu harusnya melahirkan kiai – allamah, bukan kiai-mubaligh seperti sekarang. Dan saya melihat sudah lampu merah. Padahal di zaman kakek saya, bahasa Arab itu seperti bahasa Jawa. Saya punya tulisannya Mbah Hasyim Asy’ari yang surat-suratan dengan kakek saya dengan bahasa Arab.

Keilmuan, kealiman ini jangan habis. Dulu para pendiri, kakek kita, allamah, punya naskah. Jika kita terus begini, bisa habis.

*Monggo share*
Kritikan Gus Baha luar biasa yang harus dipahami oleh semua sebagai warga pesantrena, wa bil khusus NU.

Apalagi saat ini umat Islam Indonesia mungkin sktr 65% lebih buta huruf Al Qur'an. Adakah cara, bagaimana bisa mengkolaborasikan antara pengajian kitab kuning dengan pemberantasan buta huruf Al Qur'an.
Monggo dipikirkan bersama.

Sabtu, 19 Maret 2022

Saya adalah Sayyid Anak Adam

Dalam al-Qur’an, Allah Ta'ala menyebut Nabi Yahya as dengan kata “Sayyid”:

وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (ءال عمران: 39)

“… menjadi pemimpin dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. 
QS. Ali ‘Imran: 39

Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Hadits yang mempunyai Isnad shahih ini berasal dari Jabir bin ‘Abdullah ra. yang mengatakan sebagai berikut:

“Pada suatu hari kulihat Rasulallah saw. naik keatas mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah saw. beliau bertanya : ‘Siapakah aku ini ?’ Kami menyahut: Rasulallah ! Beliau bertanya lagi: ‘Ya, benar, tetapi siapakah aku ini ?’. Kami menjawab : Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul-Mutthalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf ! Beliau kemudian menyatakan : ‘Aku sayyid anak Adam….’.”

Para Sahabat pun menghormati keluarga Rasulullah Shalallahu a'laihi wassalam dengan menyebut "Sayyidi"
Didalam Al-Mustadrak Al-Hakim mengetengahkan sebuah Hadist dengan isnad Shahih, bahwa “Abu Hurairah ra. dalam menjawab ucapan salam Al-Hasan bin ‘Ali ra. selalu mengatakan “Alaikassalam ya sayyidi”. Atas pertanyaan seorang Sahabat ia menjawab : ‘Aku mendengar sendiri Rasulullah Shalallahu a'laihi wassalam. menyebutnya (Al-Hasan ra.) Sayyid’ “.

Hadist Nabi Shalallahu a'laihi wassalam  diriwayatkan Abu Hurairah ra :

أنا سيد ولد آدم يوم القيامة، وأول من ينشق عنه القبر، وأول شافع وأول مشفع.

“Aku adalah Sayyid (penghulu) anak Adam pada hari kiamat, orang pertama yang bangkit dari kubur, orang pertama yang memberi syafaat dan orang pertama yang diberi hak untuk memberikan syafaat” 
Shahih Muslim, 4223

Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami rahimahullah dalam Kitab al-Minhaj al-Qawim, hlm160, menuliskan sebagai berikut :

وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ”لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ” ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ

“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dha’if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.

Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri rahimahullah mengatakan :

“الأولي ذكر السيادة لأن الأفضل سلوك الأدب”.   

" Yang lebih utama adalah mengucapkan "Sayyidi"  karena ini adalah cara lebih utama dalam beradab"
Kitab Hasyiyah al-Bajuri, I/156

Jumat, 18 Maret 2022

TIPS SHALAT KHUSYU' DARI HABIB UMAR BIN HAFIDZ

TIPS SHALAT KHUSYU DARI HABIB UMAR BIN HAFIDZ

Al Habib Umar bin hafidz menyampaikan cara khusyu dgn 6 syarat: 

1. (Hudurul Qolb) Hadirnya hati. hadirnya hati harus di latih terus-menerus, bila hati kemana-mana paksa untuk kembali lagi, Insya Allah, hati akan terbiasa hudhur. 

2. (Tafahhumul Ma’ani) Memahami arti atas apa yang kita katakan dan kita sedang lakukan. 

3. (Al ijlal watta’dzhim ) Adanya rasa mengagungkan dan memuliakan kepada Allah SWT. Terkadang kita hadir hati, mengetahui arti, tapi tanpa pengagungan, hal ini seperti seseorang yang memahami perkataan anak kecil akan tidak terlalu menghiraukannya. 

4. (Al ijlal watta’dzhim ma’al Haibah) Hendaknya rasa memuliakan dan pengagungan tadi di iringi dengan rasa haibah (kewibawaan). Haibah: Rasa takut yang timbul karena rasa mengagungkan. Takut sholat kita tidak di terima oleh Allah. 

5. (ar-Roja’) Kuatnya harapan bahwa sholat kita diterima oleh Allah juga menjadi sebab dekatnya kita pada Allah serta mengharapkan mendapat balasan yang agung. 

6. (Haya’) Adanya rasa malu bahwasannya kita tidak menunaikan hak Allah dengan semestinya. 

Kemudian Habib Umar mengatakan:
“Jika enam kriteria ini terdapat padamu, maka sholatmu bisa di katakan sholat yang khusyu’.” Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang khusyu’ dalam sholat. Aamiin yaa Allah.
Wallahu A'lam Bishawab 

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa'ala Ali sayyidina Muhammad.

Kamis, 17 Maret 2022

Melakukan "Takhsis Ibadah" Tertentu

Melakukan "Takhsis Ibadah" Tertentu

Setelah ada Jamaah Salafi mengakui kesahihan hadis malam Nishfu Sya'ban sekarang bergeser pada syubhat "Jangan menentukan amalan tertentu yang tidak ditentukan oleh Nabi di malam Nishfu Sya'ban".

Syekh Albani dalam kriteria Bidah menyebut salah satunya adalah menentukan amalan yang tidak ada ketentuan khusus dari Nabi. Sehingga pendapat Syekh Albani ini diikuti oleh Salafiyyun. Benarkah takhsis ini Bidah?

Mari kita lihat terlebih dahulu beberapa riwayat dari para Sahabat:

ﻓﻜﺎﻥ ﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﺳﻦ اﻟﺮﻛﻌﺘﻴﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺘﻞ ﻫﻮ أي خبيبا

Orang yang pertama kali melakukan salat 2 rakaat sebelum perang adalah Khubaib (Sahih Bukhari)

Nabi tidak pernah mengajarkan salat 2 rakaat sebelum perang, tapi sahabat Khubaib melakukannya, apa bukan bidah dan masuk neraka?

Jangan terkejut dulu sebab masih ada lagi sahabat Nabi yang mengkhususkan ibadah tapi tidak ditentukan oleh Nabi:

عَنْ أَبِى الْعَالِيَةِ قَالَ : رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَسْجُدُ بَعْدَ وِتْرِهِ سَجْدَتَيْنِ .(رواه ابن ابي شيبة)

Abu al-Aliyah berkata: “Saya melihat Ibnu Abbas sujud 2 kali setelah salat witir” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah. Al-Hafidz Ibnu Hajar: Sanadnya sahih, Fath al-Bari 3/103)

Apa ada lagi? Mau minta berapa Sahabat yang mentakhsis ibadah? Ini saya berikan lagi nama Sahabat:

وَعَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ وَقَتَادَةَ أَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَهَا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَوْ ثَمَانٍ وَكَانَ لَا يُصَلِّي قَبْلَهَا. (رواه الطبراني في الكبير بأسانيد صحيحة إلا أنها مرسلة. مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - ج 1 / ص 353)

“Diriwayatkan dari Ibnu Sirin dan Qatadah bahwa Ibnu Mas’ud salat setelah hari raya 4 atau 8 rakaat, dan ia tidak salat sebelum hari raya” (Riwayat Thabrani dalam al-Kabir, dengan sanad-sanad yang sahih, hanya saja sanadnya Mursal)

Kalau dari kalangan ulama Mujtahid apakah ada? Imam Malik menentukan sendiri jumlah rakaat Tarawih:

وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَسْتَحْسِنُ سِتًّا وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْرُ ثَلَاثٌ … وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ اْلأَمْرُ الْقَدِيْمُ : يَعْنِي الْقِيَامَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً (بداية المجتهد - ج 1 / ص 312)

“Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa beliau menilai baik (salat Tarawih) 36 rakaat dan witir 3 rakaat… Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dahulu, yakni Tarawih 36 rakaat” (Bidayat al-Mujtahid, 1/312)

Masalah Takhsis ini memang khilafiyah antara ulama yang menerima dan yang tidak berkenan. Tapi selama masih dilakukan oleh ulama Madzhab yang memiliki otoritas dalam ijtihad tentu boleh. 

Bagaimana dengan Nishfu Sya'ban? Berikut uraian Syaikhul Islam mereka:

ﺇﺫا ﺻﻠﻰ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻭﺣﺪﻩ، ﺃﻭ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺧﺎﺻﺔ ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻔﻌﻞ ﻃﻮاﺋﻒ ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ، ﻓﻬﻮ ﺃﺣﺴﻦ.

Jika seseorang salat di malam Nishfu Sya'ban baik sendiri maupun berjamaah secara khusus seperti yang dilakukan oleh sekelompok ulama Salaf maka itu lebih baik (Majmu' Fatawa, 2/262)

Berdasarkan pemaparan Syekh Ibnu Taimiyah ini kalau ada Salafi tapi tidak mau mengakui keutamaan Nishfu Sya'ban maka diragukan pengakuannya sebagai pengikut Salaf.

https://www.facebook.com/100000539955543/posts/5730289296999012/

Rabu, 16 Maret 2022

Dialog Dalil Malam Nishfu Sya'ban

Dialog Dalil Malam Nishfu Sya'ban

Salafi: "Dalil Amaliah malam Nishfu Sya'ban adalah Daif atau palsu. Tidak boleh diamalkan!!!"

Aswaja: "Belum pernah baca hadis ini ya:

عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ 

Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh Allah memperhatikan hambanya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat Islam)” 

(HR Thabrani fi Al Kabir no 16639, Daruquthni fi Al Nuzul 68, Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi Syaibah no 150, Al Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al Musnad 2389)

Salafi: "Itu pasti hadis lemah!!!"

Aswaja: "Belum khatam ngaji kitabnya Syekh Albani, ya? Hadis di atas dinilai Sahih. Silahkan cek dan baca as-Silsilat ash-Shahihah 4/86."

Salafi: "..$%#@.. Tapi kan tidak diamalkan ulama Salaf!!!"

Aswaja: "Silahkan simak riwayat para Tabiin yang merupakan Generasi Salaf:

Amaliah Malam Nishfu Sya'ban dilakukan pertama kali oleh para Tabi'in (generasi setelah Sahabat Nabi) di Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin 'Amir dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut. Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban." (Syaikh al-Qasthalani dalam Mawahib al-Ladunniyah II/259 yang mengutip dari Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma'arif 151)

Salafi: "Pasti ketiga Tabiin itu perawi hadis Daif!!!"

Aswaja: "Silahkan cek di Sahih Bukhari dan Muslim, Khalid bin Ma'dan dan Makhul adalah perawi Sahih. Andaikan mereka melakukan Bidah di malam Nishfu Sya'ban maka sudah pasti Imam Bukhari dan Muslim akan mencoret namanya dari daftar perawi Sahih!"

Salafi: "Ya sudah, Lana a'maluna wa lalum a'malukum".

Kamis, 03 Maret 2022

Makna Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.

Makna Shalawat Atas Baginada Nabi SAW. 
Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah pada pengajiannya di Wadi Al Muqaddas menjelaskan tentang makna shalawat Allah Ta’ala, para malaikat dan orang-orang yang beriman atas baginda Nabi SAW. Allah SWT ketika menghendaki agar baginda Nabi SAW menjadi rahmatNya bagi seluruh alam, maka Allah jadikan baginda sebagai makhluk yang menampakkan rahmat Allah tersebut melalui ruhaniyyahnya. Baginda adalah merupakan seorang yang menampakkan rahmat Allah, bukan Dzat yang menciptakannya.

Hal ini sebagaimana firman Allah

 “وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ ” 

yang artinya “ dan tidaklah kami utus engkau wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam”(QS. Al Anbiya:107). 
Maka rahmat  Allah Ta’ala sampai kepada makhluknya melalui ruhaniyyah muhammadiyyah yang merupakan bentuk dari pada rahmat Allah itu sendiri.

Selagi baginda Nabi hanya sebagai penyampai rahmat Allah ini, maka baginda akan selalu membutuhkan Allah Ta’ala, sebagaimana sabda baginda

 “وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِى ”

 yang artinya “ dan sesungguhnya saya adalah hanya pembagi, adapun Allah adalah Dzat yang memberi “(HR. Bukhari). 
Ini adalah yang dimaksudkan pada maka shalawat Allah atas baginda Nabi SAW, yaitu Allah memberikan madad rahmatNya kepada baginda lalu disebarkan kepada seluruh makhlukNya.

Adapun makhluk yang mendapatkan rahmat ini melalui baginda Nabi adalah mencakup semua jenisnya, manusia, malaikat, jin, alam semesta, ‘arsy, langit, bumi dan lain sebagainya. Bahkan syaitanpun mendapatkan bagian dari rahmat ini, karena merupakan bagian dari makhluk Allah. Akan tetapi rahmat ini telah diambil lagi setelah dirinya tidak melaksanakan perintah Allah untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam AS karena baginda Nabi SAW berada pada tulang punggungnya.

 Sebagaiamana dikatakan bahwa makna dari dibelahnya dada baginda Nabi kemudian diambil sesuatu yang ada dalam hatinya, yaitu bagian syaitan dari rahmat Nabi SAW. Hal ini sebagai symbol bahwa syaitan telah dijauhkan dari rahmat Allah yang dibawa oleh baginda Nabi SAW, karena syaitan adalah makhluk terkutuk dan dilaknat selama-lamanya.
Syekh Yusri mengatakan, bahwa baginda Nabi adalah perantara rahmat Allah untuk hambaNya. Kalau seandainya tidak ada perantara ini maka alam semesta tidaklah terwujud. Jikalau tidak ada baginda Nabi sebagai perantara ini, maka Al Qur’an tidaklah turun

 “عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ”

 yang artinya “ (Al Qur’an) turun kepadamu agar kamu menjadi orang yang membawa peringatan “(QS. As Syu’ara:194).

Tanpa lisan baginda Nabi, maka Al Qur’an tidak akan mudah bagi kita

 “فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ ”

 yang artinya “ maka sesungguhnya telah kami mudahkan Al Qur’an itu dengan lisanmu wahai Muhammad “(QS. Maryam:97). 
Hati baginda Nabi adalah lebih kuat dari gunung, Allah telah berfirman 

“لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ”

yang artinya “ seandainya saja Kami turunkan Al Qur’an ini kepada gunung, maka sesungguhnya kalian akan melihat gunung ini khusyuk dan hancur karena takut kepada Allah “(QS. Al Hasyr: 21). Wallahu A’lam

313 NAMA AHLI BADAR

313 NAMA AHLI BADAR

Berikut ini adalah nama nama Para Pejuang AHLUL BADAR yang berjumlah 313 orang :
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

1. Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wasallam.
2. Abu Bakar as-Shiddiq Radliyallaahu 'Anhu.
3. Umar bin al-Khattab Radliyallaahu 'Anhu.
4. Utsman bin Affan Radliyallaahu 'Anhu.
5. Ali bin Abu Thalib Karramallaahu Wajhah.
6. Talhah bin ‘Ubaidillah Radliyallaahu 'Anhu.
7. Bilal bin Rabbah Radliyallaahu 'Anhu.
8. Hamzah bin Abdul Muththalib Radliyallaahu 'Anhu.
9. Abdullah bin Jahsyi Radliyallaahu 'Anhu.
10. Al-Zubair bin al-Awwam Radliyaallahu 'Anhu.
11. Mus’ab bin Umair bin Hasyim Radliyallaahu 'Anhu.
12. Abdur Rahman bin ‘Auf Radliyallahu 'Anhu.
13. Abdullah bin Mas’ud Radliyallaahu 'Anhu.
14. Sa’ad bin Abi Waqqas Radliyallaahu 'Anhu.
15. Abu Kabsyah al-Faris Radliyallaahu 'Anhu.
16. Anasah al-Habsyi Radliyallaahu 'Anhu.
17. Zaid bin Harithah al-Kalbi Radliyallaahu 'Anhu.
18. Marthad bin Abi Marthad al-Ghanawi Radliyallaahu 'Anhu.
19. Abu Marthad al-Ghanawi Radliyallaahu 'Anhu.
20. Al-Husain bin al-Harith bin Abdul Muththalib Radliyallaahu 'Anhu.
21. ‘Ubaidah bin al-Harith bin Abdul Muththalib Radliyallaahu 'Anhu.
22. Al-Tufail bin al-Harith bin Abdul Muththalib Radliyallaahu 'Anhu.
23. Mistah bin Usasah bin ‘Ubbad bin Abdul Muththalib Radliyallaahu 'Anhu.
24. Abu Huzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
25. Subaih (maula Abi ‘Asi bin Umaiyyah) Radliyallaahu 'Anhu.
26. Salim (maula Abu Huzaifah) Radliyallaahu 'Anhu.
27. Sinan bin Muhsin Radliyallaahu 'Anhu.
28. ‘Ukasyah bin Muhsin Radliyallaahu 'Anhu.
29. Sinan bin Abi Sinan Radliyallaahu 'Anhu.
30. Abu Sinan bin Muhsin Radliyallaahu 'Anhu.
31. Syuja’ bin Wahab Radliyallaahu 'Anhu.
32. ‘Utbah bin Wahab Radliyallaahu 'Anhu.
33. Yazid bin Ruqais Radliyallaahu 'Anhu.
34. Muhriz bin Nadhlah Radliyallaahu 'Anhu.
35. Rabi’ah bin Aksam Radliyallaahu 'Anhu.
36. Thaqfu bin Amir Radliyallaahu 'Anhu.
37. Malik bin Amir Radliyallaahu 'Anhu.
38. Mudlij bin Amir Radliyallaahu 'Anhu.
39. Abu Makhsyi Suwaid bin Makhsyi al-Tha’i Radliyallaahu 'Anhu.
40. ‘Utbah bin Ghazwan Radliyallaahu 'Anhu.
41. Khabbab (maula ‘Utbah bin Ghazwan) Radliyallaahu 'Anhu.
42. Hathib bin Abi Balta’ah al-Lakhmi Radliyallaahu 'Anhu.
43. Sa’ad al-Kalbi (maula Hathib) Radliyallaahu 'Anhu.
44. Suwaibit bin Sa’ad bin Harmalah Radliyallaahu 'Anhu.
45. Umair bin Abi Waqqas Radliyallaahu 'Anhu.
46. Al-Miqdad bin ‘Amru Radliyallaahu 'Anhu.
47. Mas’ud bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
48. Zus Syimalain Amru bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
49. Khabbab bin al-Arat al-Tamimi Radliyallaahu 'Anhu.
50. Amir bin Fuhairah Radliyallaahu 'Anhu.
51. Suhaib bin Sinan Radliyallaahu 'Anhu.
52. Abu Salamah bin Abdul Asad Radliyallaahu 'Anhu.
53. Syammas bin Uthman Radliyallaahu 'Anhu.
54. Al-Arqam bin Abi al-Arqam Radliyallaahu 'Anhu.
55. Ammar bin Yasir Radliyallahu 'Anhu.
56. Mu’attib bin ‘Auf al-Khuza’i Radliyallaahu 'Anhu.
57. Zaid bin al-Khattab Radliyallahu 'Anhu.
58. Amru bin Suraqah Radliyallaahu 'Anhu.
59. Abdullah bin Suraqah Radliyallaahu 'Anhu.
60. Sa’id bin Zaid bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
61. Mihja bin Akk (maula Umar bin al-Khattab) Radliyallaahu 'Anhu.
62. Waqid bin Abdullah al-Tamimi Radliyallaahu 'Anhu.
63. Khauli bin Abi Khauli al-Ijli Radliyallaahu 'Anhu.
64. Malik bin Abi Khauli al-Ijli Radliyallaahu 'Anhu.
65. Amir bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
66. Amir bin al-Bukair Radliyallaahu 'Anhu.
67. Aqil bin al-Bukair Radliyallaahu 'Anhu.
68. Khalid bin al-Bukair Radliyallaahu 'Anhu.
69. Iyas bin al-Bukair Radliyallaahu 'Anhu.
70. Uthman bin Maz’un Radliyallaahu 'Anhu.
71. Qudamah bin Maz’un Radliyallaahu 'Anhu.
72. Abdullah bin Maz’un Radliyallaahu 'Anhu.
73. Al-Saib bin Uthman bin Maz’un Radliyallaahu 'Anhu.
74. Ma’mar bin al-Harith Radliyallaahu 'Anhu.
75. Khunais bin Huzafah Radliyallaahu 'Anhu.
76. Abu Sabrah bin Abi Ruhm Radliyallaahu 'Anhu.
77. Abdullah bin Makhramah Radliyallaahu 'Anhu.
78. Abdullah bin Suhail bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
79. Wahab bin Sa’ad bin Abi Sarah Radliyallaahu 'Anhu.
80. Hatib bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
81. Umair bin Auf Radliyallaahu 'Anhu.
82. Sa’ad bin Khaulah Radliyallaahu 'Anhu.
83. Abu Ubaidah Amir al-Jarah Radliyallaahu 'Anhu.
84. Amru bin al-Harith Radliyallaahu 'Anhu.
85. Suhail bin Wahab bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
86. Safwan bin Wahab Radliyallaahu 'Anhu.
87. Amru bin Abi Sarah bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
88. Sa’ad bin Muaz Radliyallaahu 'Anhu.
89. Amru bin Muaz Radliyallaahu 'Anhu.
90. Al-Harith bin Aus Radliyallaahu 'Anhu.
91. Al-Harith bin Anas Radliyallahu 'Anhu.
92. Sa’ad bin Zaid bin Malik Radliyallaahu 'Anhu.
93. Salamah bin Salamah bin Waqsyi Radliyallaahu 'Anhu.
94. ‘Ubbad bin Waqsyi Radliyallaahu 'Anhu.
95. Salamah bin Thabit bin Waqsyi Radliyallaahu 'Anhu.
96. Rafi’ bin Yazid bin Kurz Radliyallaahu 'Anhu.
97. Al-Harith bin Khazamah bin ‘Adi Radliyallahu 'Anhu.
98. Muhammad bin Maslamah al-Khazraj Radliyallaahu 'Anhu.
99. Salamah bin Aslam bin Harisy Radliyallaahu 'Anhu.
100. Abul Haitham bin al-Tayyihan Radliyallaahu 'Anhu.
101. ‘Ubaid bin Tayyihan Radliyallahu 'Anhu.
102. Abdullah bin Sahl Radliyallaahu 'Anhu.
103. Qatadah bin Nu’man bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
104. Ubaid bin Aus Radliyallaahu 'Anhu.
105. Nasr bin al-Harith bin ‘Abd Radliyallaahu 'Anhu.
106. Mu’attib bin ‘Ubaid Radliyallaahu 'Anhu.
107. Abdullah bin Tariq al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
108. Mas’ud bin Sa’ad Radliyallaahu 'Anhu.
109. Abu Absi Jabr bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
110. Abu Burdah Hani’ bin Niyyar al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
111. Asim bin Thabit bin Abi al-Aqlah Radliyallaahu 'Anhu.
112. Mu’attib bin Qusyair bin Mulail Radliyallaahu 'Anhu.
113. Abu Mulail bin al-Az’ar bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
114. Umair bin Mab’ad bin al-Az’ar Radliyallaahu 'Anhu.
115. Sahl bin Hunaif bin Wahib Radliyallaahu 'Anhu.
116. Abu Lubabah Basyir bin Abdul Munzir Radliyallaahu 'Anhu.
117. Mubasyir bin Abdul Munzir Radliyallaahu 'Anhu.
118. Rifa’ah bin Abdul Munzir Radliyallaahu 'Anhu.
119. Sa’ad bin ‘Ubaid bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
120. ‘Uwaim bin Sa’dah bin ‘Aisy Radliyallaahu 'Anhu.
121. Rafi’ bin Anjadah Radliyallahu 'Anhu.
122. ‘Ubaidah bin Abi ‘Ubaid Radliyallaahu 'Anhu.
123. Tha’labah bin Hatib Radliyallaahu 'Anhu.
124. Unais bin Qatadah bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
125. Ma’ni bin Adi al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
126. Thabit bin Akhram al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
127. Zaid bin Aslam bin Tha’labah al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
128. Rib’ie bin Rafi’ al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
129. Asim bin Adi al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
130. Jubr bin ‘Atik Radliyallaahu 'Anhu.
131. Malik bin Numailah al-Muzani Radliyallaahu 'Anhu.
132. Al-Nu’man bin ‘Asr al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
133. Abdullah bin Jubair Radliyallaahu 'Anhu.
134. Asim bin Qais bin Thabit Radliyallaahu 'Anhu.
135. Abu Dhayyah bin Thabit bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
136. Abu Hayyah bin Thabit bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
137. Salim bin Amir bin Thabit Radliyallaahu 'Anhu.
138. Al-Harith bin al-Nu’man bin Umayyah Radliyallaahu 'Anhu.
139. Khawwat bin Jubair bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
140. Al-Munzir bin Muhammad bin ‘Uqbah Radliyallaahu 'Anhu.
141. Abu ‘Uqail bin Abdullah bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
142. Sa’ad bin Khaithamah Radliyallaahu 'Anhu.
143. Munzir bin Qudamah bin Arfajah Radliyallaahu 'Anhu.
144. Tamim (maula Sa’ad bin Khaithamah) Radliyallaahu 'Anhu.
145. Al-Harith bin Arfajah Radliyallaahu 'Anhu.
146. Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair Radliyallaahu 'Anhu.
147. Sa’ad bin al-Rabi’ bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
148. Abdullah bin Rawahah Radliyallaahu 'Anhu.
149. Khallad bin Suwaid bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
150. Basyir bin Sa’ad bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
151. Sima’ bin Sa’ad bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
152. Subai bin Qais bin ‘Isyah Radliyallaahu 'Anhu.
153. ‘Ubbad bin Qais bin ‘Isyah Radliyallaahu 'Anhu.
154. Abdullah bin Abbas Radliyallahu 'Anhu.
155. Yazid bin al-Harith bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
156. Khubaib bin Isaf bin ‘Atabah Radliyallaahu 'Anhu.
157. Abdullah bin Zaid bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
158. Huraith bin Zaid bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
159. Sufyan bin Bisyr bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
160. Tamim bin Ya’ar bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
161. Abdullah bin Umair Radliyallaahu 'Anhu.
162. Zaid bin al-Marini bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
163. Abdullah bin ‘Urfutah Radliyallaahu 'Anhu.
164. Abdullah bin Rabi’ bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
165. Abdullah bin Abdullah bin Ubai Radliyallahu 'Anhu.
166. Aus bin Khauli bin Abdullah Radliyallaahu 'Anhu.
167. Zaid bin Wadi’ah bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
168. ‘Uqbah bin Wahab bin Kaladah Radliyallaahu 'Anhu.
169. Rifa’ah bin Amru bin Amru bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
170. Amir bin Salamah Radliyallaahu 'Anhu.
171. Abu Khamishah Ma’bad bin Ubbad Radliyallaahu 'Anhu.
172. Amir bin al-Bukair Radliyallaahu 'Anhu.
173. Naufal bin Abdullah bin Nadhlah Radliyallaahu 'Anhu.
174. ‘Utban bin Malik bin Amru bin al-Ajlan Radliyallaahu 'Anhu.
175. ‘Ubadah bin al-Somit Radliyallaahu 'Anhu.
176. Aus bin al-Somit Radliyallaahu 'Anhu.
177. Al-Nu’man bin Malik bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
178. Thabit bin Huzal bin Amru bin Qarbus Radliyallaahu 'Anhu.
179. Malik bin Dukhsyum bin Mirdhakhah Radliyallaahu 'Anhu.
180. Al-Rabi’ bin Iyas bin Amru bin Ghanam Radliyallaahu 'Anhu.
181. Waraqah bin Iyas bin Ghanam Radliyallaahu 'Anhu.
182. Amru bin Iyas Radliyallaahu 'Anhu.
183. Al-Mujazzar bin Ziyad bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
184. ‘Ubadah bin al-Khasykhasy Radliyallaahu 'Anhu.
185. Nahhab bin Tha’labah bin Khazamah Radliyallaahu 'Anhu.
186. Abdullah bin Tha’labah bin Khazamah Radliyallaahu 'Anhu.
187. Utbah bin Rabi’ah bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
188. Abu Dujanah Sima’ bin Kharasyah Radliyallaahu 'Anhu.
189. Al-Munzir bin Amru bin Khunais Radliyallaahu 'Anhu.
190. Abu Usaid bin Malik bin Rabi’ah Radliyallaahu 'Anhu.
191. Malik bin Mas’ud bin al-Badan Radliyallaahu 'Anhu.
192. Abu Rabbihi bin Haqqi bin Aus Radliyallaahu 'Anhu.
193. Ka’ab bin Humar al-Juhani Radliyallaahu 'Anhu.
194. Dhamrah bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
195. Ziyad bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
196. Basbas bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
197. Abdullah bin Amir al-Ba’lawi Radliyallaahu 'Anhu.
198. Khirasy bin al-Shimmah bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
199. Al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh Radliyallaahu 'Anhu.
200. Umair bin al-Humam bin al-Jamuh Radliyallaahu 'Anhu.
201. Tamim (maula Khirasy bin al-Shimmah) Radliyallaahu 'Anhu.
202. Abdullah bin Amru bin Haram Radliyallaahu 'Anhu.
203. Muaz bin Amru bin al-Jamuh Radliyallaahu 'Anhu.
204. Mu’awwiz bin Amru bin al-Jamuh Radliyallaahu 'Anhu.
205. Khallad bin Amru bin al-Jamuh Radliyallaahu 'Anhu.
206. ‘Uqbah bin Amir bin Nabi bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
207. Hubaib bin Aswad Radliyallaahu 'Anhu.
208. Thabit bin al-Jiz’i Radliyallaahu 'Anhu.
209. Umair bin al-Harith bin Labdah Radliyallaahu 'Anhu.
210. Basyir bin al-Barra’ bin Ma’mur Radliyallaahu 'Anhu.
211. Al-Tufail bin al-Nu’man bin Khansa’ Radliyallaahu 'Anhu.
212. Sinan bin Saifi bin Sakhr bin Khansa’ Radliyallaahu 'Anhu.
213. Abdullah bin al-Jaddi bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
214. Atabah bin Abdullah bin Sakhr Radliyallaahu 'Anhu.
215. Jabbar bin Umaiyah bin Sakhr Radliyallaahu 'Anhu.
216. Kharijah bin Humayyir al-Asyja’i Radliyallaahu 'Anhu.
217. Abdullah bin Humayyir al-Asyja’i Radliyallaahu 'Anhu.
218. Yazid bin al-Munzir bin Sahr Radliyallaahu 'Anhu.
219. Ma’qil bin al-Munzir bin Sahr Radliyallaahu 'Anhu.
220. Abdullah bin al-Nu’man bin Baldumah Radliyallaahu 'Anhu.
221. Al-Dhahlak bin Harithah bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
222. Sawad bin Razni bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
223. Ma’bad bin Qais bin Sakhr bin Haram Radliyallaahu 'Anhu.
224. Abdullah bin Qais bin Sakhr bin Haram Radliyallaahu 'Anhu.
225. Abdullah bin Abdi Manaf Radliyallaahu 'Anhu.
226. Jabir bin Abdullah bin Riab Radliyallaahu 'Anhu.
227. Khulaidah bin Qais bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
228. An-Nu’man bin Yasar Radliyallaahu 'Anhu.
229. Abu al-Munzir Yazid bin Amir Radliyallaahu 'Anhu.
230. Qutbah bin Amir bin Hadidah Radliyallaahu 'Anhu.
231. Sulaim bin Amru bin Hadidah Radliyallaahu 'Anhu.
232. Antarah (maula Qutbah bin Amir) Radliyallaahu 'Anhu.
233. Abbas bin Amir bin Adi Radliyallaahu 'Anhu.
234. Abul Yasar Ka’ab bin Amru bin Abbad Radliyallaahu 'Anhu.
235. Sahl bin Qais bin Abi Ka’ab bin al-Qais Radliyallaahu 'Anhu.
236. Amru bin Talqi bin Zaid bin Umaiyah Radliyallaahu 'Anhu.
237. Muaz bin Jabal bin Amru bin Aus Radliyallaahu 'Anhu.
238. Qais bin Mihshan bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
239. Abu Khalid al-Harith bin Qais bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
240. Jubair bin Iyas bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
241. Abu Ubadah Sa’ad bin Uthman Radliyallaahu 'Anhu.
242. ‘Uqbah bin Uthman bin Khaladah Radliyallaahu 'Anhu.
243. Ubadah bin Qais bin Amir bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
244. As’ad bin Yazid bin al-Fakih Radliyallahu 'Anhu.
245. Al-Fakih bin Bisyr Radliyallaahu 'Anhu.
246. Zakwan bin Abdu Qais bin Khaladah Radliyallaahu 'Anhu.
247. Muaz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah Radliyallaahu 'Anhu.
248. Aiz bin Ma’ish bin Qais bin Khaladah Radliyallaahu 'Anhu.
249. Mas’ud bin Qais bin Khaladah Radliyallaahu 'Anhu.
250. Rifa’ah bin Rafi’ bin al-Ajalan Radliyallaahu 'Anhu.
251. Khallad bin Rafi’ bin al-Ajalan Radliyallaahu 'Anhu.
252. Ubaid bin Yazid bin Amir bin al-Ajalan Radliyallaahu 'Anhu.
253. Ziyad bin Lubaid bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
254. Khalid bin Qais bin al-Ajalan Radliyallaahu 'Anhu.
255. Rujailah bin Tha’labah bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
256. Atiyyah bin Nuwairah bin Amir Radliyallaahu 'Anhu.
257. Khalifah bin Adi bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
258. Rafi’ bin al-Mu’alla bin Luzan Radliyallaahu 'Anhu.
259. Abu Ayyub bin Khalid al-Ansari Radliyallaahu 'Anhu.
260. Thabit bin Khalid bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
261. ‘Umarah bin Hazmi bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
262. Suraqah bin Ka’ab bin Abdul Uzza Radliyallaahu 'Anhu.
263. Suhail bin Rafi’ bin Abi Amru Radliyallaahu 'Anhu.
264. Adi bin Abi al-Zaghba’ al-Juhani Radliyallaahu 'Anhu.
265. Mas’ud bin Aus bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
266. Abu Khuzaimah bin Aus bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
267. Rafi’ bin al-Harith bin Sawad bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
268. Auf bin al-Harith bin Rifa’ah Radliyallaahu 'Anhu.
269. Mu’awwaz bin al-Harith bin Rifa’ah Radliyallaahu 'Anhu.
270. Muaz bin al-Harith bin Rifa’ah Radliyallaahu 'Anhu.
271. An-Nu’man bin Amru bin Rifa’ah Radliyallaahu 'Anhu.
272. Abdullah bin Qais bin Khalid Radliyallaahu 'Anhu.
273. Wadi’ah bin Amru al-Juhani Radliyallaahu 'Anhu.
274. Ishmah al-Asyja’i Radliyallaahu 'Anhu.
275. Thabit bin Amru bin Zaid bin Adi Radliyallaahu 'Anhu.
276. Sahl bin ‘Atik bin al-Nu’man Radliyallaahu 'Anhu.
277. Tha’labah bin Amru bin Mihshan Radliyallaahu 'Anhu.
278. Al-Harith bin al-Shimmah bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
279. Ubai bin Ka’ab bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
280. Anas bin Muaz bin Anas bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
281. Aus bin Thabit bin al-Munzir bin Haram Radliyallaahu 'Anhu.
282. Abu Syeikh bin Ubai bin Thabit Radliyallaahu 'Anhu.
283. Abu Tolhah bin Zaid bin Sahl Radliyallaahu 'Anhu.
284. Abu Syeikh Ubai bin Thabit Radliyallaahu 'Anhu.
285. Harithah bin Suraqah bin al-Harith Radliyallaahu 'Anhu.
286. Amru bin Tha’labah bin Wahb bin Adi Radliyallaahu 'Anhu.
287. Salit bin Qais bin Amru bin ‘Atik Radliyallaahu 'Anhu.
288. Abu Salit bin Usairah bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
289. Thabit bin Khansa’ bin Amru bin Malik Radliyallaahu 'Anhu.
290. Amir bin Umaiyyah bin Zaid Radliyallaahu 'Anhu.
291. Muhriz bin Amir bin Malik Radliyallaahu 'Anhu.
292. Sawad bin Ghaziyyah Radliyallaahu 'Anhu.
293. Abu Zaid Qais bin Sakan Radliyallaahu 'Anhu.
294. Abul A’war bin al-Harith bin Zalim Radliyallaahu 'Anhu.
295. Sulaim bin Milhan Radliyallaahu 'Anhu.
296. Haram bin Milhan Radliyallaahu 'Anhu.
297. Qais bin Abi Sha’sha’ah Radliyallaahu 'Anhu.
298. Abdullah bin Ka’ab bin Amru Radliyallaahu 'Anhu.
299. ‘Ishmah al-Asadi Radliyallaahu 'Anhu.
300. Abu Daud Umair bin Amir bin Malik Radliyallaahu 'Anhu.
301. Suraqah bin Amru bin ‘Atiyyah Radliyallaahu 'Anhu.
302. Qais bin Mukhallad bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
303. Al-Nu’man bin Abdi Amru bin Mas’ud Radliyallaahu 'Anhu.
304. Al-Dhahhak bin Abdi Amru Radliyallaahu 'Anhu.
305. Sulaim bin al-Harith bin Tha’labah Radliyallaahu 'Anhu.
306. Jabir bin Khalid bin Mas’ud Radliyallaahu 'Anhu.
307. Sa’ad bin Suhail bin Abdul Asyhal Radliyallaahu 'Anhu.
308. Ka’ab bin Zaid bin Qais Radliyallaahu 'Anhu.
309. Bujir bin Abi Bujir al-Abbasi Radliyallaahu 'Anhu.
310. ‘Itban bin Malik bin Amru al-Ajalan Radliyallaahu 'Anhu.
311. ‘Ismah bin al-Hushain bin Wabarah Radliyallaahu 'Anhu.
312. Hilal bin al-Mu’alla al-Khazraj Radliyallaahu 'Anhu.
313. Oleh bin Syuqrat Radliyallaahu 'Anhu.

Wallaahu A'lam

Sumber : Kitab Aslul Qadr/asma badar karya Al 'allamah Syaikh Abuya Dimyati Bin Syaikh Amin Al-Bantani
______________
Nb : 
Anjuran dan khasiat membaca  Asma badar ini sebagai mana kata Abuya Dhimyati disebahagian baitnya ;

فعليكم ليلا نهارا سيعا * عند انضياق الصدر و استيفا الوطر

"Maka lazimkanlah oleh kalian (untuk membaca Ashlu al-Qadar) di waktu siang dan malam 

terlebih lagi ketika dalam keadaan sempit jiwa dan banyaknya permohonan."

فبذكرهم حفظ و قهر للعدا * وولاية للاوليا وصف الكدر

"Siapa saja yang membaca nama mereka (Ahli Badar) maka akan ada penjagaan untuknya 

Akan dibuat perkasa di hadapan musuhnya, diangkat menjadi wali Allah di suatu wilayah, dan dihilangkan kesulitannya."

دفع القضا رفع البلا وشف المريـ * ــض و حملهم نصر و نيل المفتخر

"Dapat menolak takdir buruk, menjauhkan musibah, menyembuhkan penyakit 
dan bagi yang membawa nama-nama mereka (dalam bentuk tertulis) akan selalu mendapat pertolongan dan memperoleh kemuliaan."

Link kitab : 

https://archive.org/details/maktabahtahmilkutub_yopmail_20151023_0132

SAFINATUN NAJAH

More »