Minggu, 20 November 2022
Perbedaan antara Syari'ah dan Fiqih
Perbedaan antara syari'ah dan fiqih
Kerap aku dengar, hanya karena berbeda pandangan dalam khilafiyyah fiqih tega-teganya dia menuduh orang lain dengan sebutan menantang syari'ah, melawan syari'ah bahkan menyebutnya musuh syari'ah islam, ini berbahaya dan harus diluruskan. Padahal terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara syari'ah dan fiqih. Berikut beberapa pandangan ulama seputar perbedaan tersebut :
1. Fiqih ada yang bersifat qothi'i dan ada pula yang zhonni. Yang qothi'i disebut syari'ah dan yang zhonni inilah area ijtihad fiqih pada umumnya
الفقه فيه ما هو قطعي وما هو ظني والقطعى هو شريعة والظنى مجال الاجتهاد والفهم
الفقه الاسلامي ومدارسه ص 18
2. Syari'ah adalah nusush itu sendiri baik ayat atau hadits. Sedangkan fiqih adalah pemahaman ulama terhadap Nash. Istinbat, taqrir, tashil, ta'qid qaidah yang dihasilkan dari dilalah Nash itu sendiri
والشريعة هى النصوص اما الفقه فهو ما يفهمه العلماء من تلك النصوص وما يستنبطونه منها ويقررون ويؤصلون وما يقعدون من القواعد المستمدة من دلالات النصوص
المدخل الفقه العام
للشيخ مصطفى أحمد الزرقا ج 1 ص 153-154
3. Kebanyakan yang tertulis dalam kitab² fiqih adalah masalah² ijtihadi zhonniyyah. Dan jangan gegara khilafiyyah seperti ini menjadikan seseorang mencela syari'ah sebagaimana perbuatan musuh² Islam
ان أكثر ما فى كتب الفقه مسائل اجتهادية وآراء ظنية مستنبط بعضها من اقوال فقهائهم . . . ولا يجعل ضعف شيئ منها مطعنا فى أصل الشريعة كما يفعل ذالك بعض أعداء الاسلام
مقدمة السيدمحمد رشيد رضا لكتاب المغنى ابن قدامة
ج1 ص 17
4. Jangan mencampuradukkan antara keduanya. Syari'ah bersifat maksum, gak mungkin salah. Sedangkan fiqih adalah ijtihad ulama dalam memahami Nash(tidak maksum). Dengan demikian jangan salahkan syari'ah tapi salahkanlah pemahaman faqih terhadap Nash itu sendiri
فلا يجوز الخلط بين المفهومين لان الشريعة معصومة والفقه اجتهاد فى الفهم وعلى هذا فلا تنصرف التخطئة الى الشريعة بل الى فهم الفقيه
الاتجاهات الاجتهادية المعاصرة في الفقه الاسلامى
الدكتور الذوادى قوميدى ص 63
Secara umum kita tarik sebuah kesimpulan bahwa syari'ah itu adalah nusush qothi'i yang Maksum, terjaga dari salah. Sedangkan fiqih itu adalah khilafiyyah lintas ulama dalam memahami nushush itu sendiri
Menuduh seorang menantang syari'ah itu gak main² konsekuensinya. Berbeda hanya sebatas saling kritik lintas ijtihad ulama. Tentu dilakukan oleh sang pakar, bukan asal bicara
Contoh wajib menutup aurat itu syari'ah sedangkan berniqob atau tidak bagi wanita adalah fiqih. Wajib sholat itu syari'ah sedangkan baca bismillah dalam Fatihah itu Fiqih
Copas:
https://www.facebook.com/profile.php?id=100069672212281&mibextid=ZbWKwL
Qais bin Sa'ad bin Ubadah Tukang Memutihkan Hutang
TUKANG MEMUTIHKAN HUTANG
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Qais bin Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu'anhu adalah shahabat Nabi yang dikenal dengan keberanian dan kedermawanannya. Bahkan sayidina Abu Bakar dan Umar, orang yang pernah menyedekahkan seluruh harta dan setengah hartanya, masih dibuat kagum oleh sifat dermawannya.
Bagaimana tidak, Qais ini punya kebiasaan berkunjung ke rumah-rumah untuk menawarkan hutang, lalu saat orang akan membayarnya ia akan persulit, yakni ia tidak bersedia untuk dibayar dengan menambah waktu jatuh tempo hutang.
Dan kalau tetap dipaksa, ia akan menerima uangnya lalu mengembalikannya lagi sebagai bentuk sedekah atau hadiah.
Suatu hari Qais radhiyallahu'anhu jatuh sakit. Dan kali ini ia merasa ada yang janggal, karena teman-temannya bila mengetahui ia sedang sakit, biasanya akan bersegera berduyun-duyun menjenguknya.
Ini agak berbeda, ia sudah terbaring sekian hari, baru satu dua orang yang datang ke rumahnya. Ia pun mencari tahu apa penyebabnya. Akhirnya salah satu dari mereka berterus terang kepadanya dengan mengatakan :
إنهم يستحيون مما لك عليهم من الدين.
"Sungguh mereka malu, karena masih memiliki tanggungan hutang yang belum dibayarkan kepadamu."
Mendengar itu, Qais terkejut seraya berkata :
أخزى الله مالا يمنع عني الإخوان من الزيارة.
"Alangkah buruknya hartaku yang mencegah saudara- saudaraku untuk mengunjungiku...!"
Lalu ia menyuruh pembantunya, untuk mengumumkan kepada khalayak ramai, bahwa ia memutihkan semua hutang-hutang siapapun kepadanya.
Tak lama berduyun-duyunlah orang-orang menjenguk Qais, hingga sebuah riwayat menyebutkan pintu rumahnya sampai rusak karena begitu banyaknya orang yang berdesakan.
_________
📜Risalah al Qusairiyah hal. 136
MUSHAF DISEBUT AL QUR'AN (Secara Majas)
🌺 MUSHAF DISEBUT AL QUR'AN (Secara Majas)
Saya awali dengan pembahasan : AL QUR'AN BUKAN MAKHLUK:
1. Al Qur'an bukan makhluk karena Al Qur'an adalah Kalam Allah
2. Kalam Allah adalah sifat Allah. Sifat Allah adalah qadim (ada sebelum adanya makhluk)
3. Semua sifat Allah termasuk sifat Kalam Allah itu berada pada Dzat Allah dan tidak pernah berpindah pada selain Dzat Allah.
4. Segala sesuatu yang ada pada selain Dzat Allah maka sesuatu itu adalah makhluk.
5. Kalam Allah ada pada Dzat Allah dan tidak pernah berpindah pada makhluk. Adapun yang berpindah hanyalah informasi yang dibawa oleh Jibril bahwa Allah berkalam begini dan begitu yang dengan melalui proses wahyu maka informasi tersebut diterima oleh Nabi dan dicatat oleh para sahabat ke dalam mushaf-mushaf. Kalam Allah tetap ada pada Dzat Allah dan tidak pernah berpindah pada selain Dzat Allah. Kalam Allah tidak berpindah pada mushaf-mushaf.
6. Barangsiapa meyakini bahwa sifat Kalam Allah yang qadim berada pada selain Dzat Allah misal berada pada mushaf-mushaf maka orang tersebut tanpa sadar telah menganggap bahwa sifat Kalam Allah adalah makhluk. Kenapa?
"Karena segala sesuatu yang ada pada selain Dzat Allah maka sesuatu itu adalah makhluk."
___________
📌 Sekarang kita masuk pada pembahasan:
"MUSHAF DISEBUT AL QUR'AN (Secara Majas)"
Mushaf bisa dan boleh disebut Al Qur'an, tapi ini hanya secara majas, bukan dalam arti hakekat sehingga mushaf diyakini bukan makhluk.
Mushaf adalah makhluk.
Al Qur'an yang bukan makhluk adalah Kalam Allah, sifat Allah yang ada pada Dzat Allah, bukan yang ada pada selain Dzat Allah.
Contoh mushaf disebut Al Qur'an secara majas:
Dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata:
أَنَّهُ كَانَ يَنْهَى أَنْ يُسَافَرَ بِالْقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ الْعَدُوِّ، مَخَافَةَ أَنْ يَنَالَهُ الْعَدُوُّ
"Rasulullah SAW melarang untuk pergi dengan membawa AL QUR'AN ke wilayah musuh karena takut diambil oleh musuh" (Shahih Muslim, juz 3 halaman 1491, nomer hadits 1869)
Jelas "Al Qur'an" dalam hadits tersebut adalah MUSHAF. Bukan Al Qur'an dalam arti Kalam Allah, sifat Allah yang qadim yang ada pada Dzat Allah.
Mustahil sifat Kalam Allah yang qadim disentuh, dipegang, dibawa dan digendong oleh makhluk kemana-mana.
Terkait hadits tersebut, Imam Al Mudzhiri menulis dalam kitab Al Mafatih fi Syarhil Mashobih juz 3 halaman 103:
يعني: أن يصيب الكفارُ مصحفَ القرآن ويُحقِّروه، أو يحرقوه، أو يلقوه في مكان نجس
"Maksudnya khawatir orang-orang kafir mendapatkan MUSHAF AL QUR'AN kemudian MENGHINAKANNYA, MEMBAKARNYA atau MELEMPARNYA KE TEMPAT NAJIS"
Jadi, jelas sekali bahwa "Al Qur'an" dalam hadits tersebut hanyalah majas. Maksud dari Al Qur'an dalam hadits tersebut adalah MUSHAF.
Adapaun MUSHAF maka jelas ia adalah makhluk, buktinya:
1. Dapat dihinakan oleh orang-orang kafir, semisal diludahi, diinjak, diduduki, dan sebagainya.
2. Dapat dibakar dan dirusak
3. Dapat dibuang ke tempat najis, dan sebagainya
Sedangkan Al Qur'an Kalam Allah sebagai sifat Allah yang qadim:
1. Senantiasa mulia dan mustahil dihinakan
2. Tidak akan terbakar karena kekal
3. Senantiasa suci dan mustahil najis
Jadi, sebutan "AL QUR'AN" bisa bermakna hakekat yaitu Kalam Allah, sifat Allah yang qadim dan bukan makhluk. Bisa pula bermakna majas yaitu MUSHAF. Adapun mushaf, jelas ini makhluk!
Wallahu a'lam...
FB: Saiful Anwar
Langganan:
Postingan (Atom)