Kamis, 27 Oktober 2022

Klasifikasi Sifat Allah

 

Klasifikasi Sifat Allah

Di antara kesalahpahaman para pengkritik Ahlussunah wal Jamaah (Asy'ariyah) adalah mengatakan bahwa sifat Allah dibatasi oleh Asy'ariyah menjadi hanya tujuh atau dua puluh. Kritik ini menunjukkan bahwa para pengkritik itu tidak membaca satupun kitab Asya'irah atau membaca tapi tidak paham sedikit pun namun sudah berani mengkritik mazhab akidah jumhur ulama terkemuka dari kalangan para Ahli hadis, ahli fikih, ahli tafsir, dan seabrek ilmu lainnya tersebut.
Faktanya tidak ada satupun ulama Asy'ariyah yang membatasi jumlah sifat Allah, tidak ada satu pun. Yang ada, karena mereka adalah tokoh intelektual maka mereka melakukan kerja intelektual dengan mengklasifikasi sifat-sifat Allah yang sangat banyak itu (yang jumlahnya hanya Allah yang tahu) menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut:
A. Dari segi sumber penetapannya, sifat Allah dibagi menjadi dua kategori:
1. Sifat yang dapat diketahui dari rasio murni (sifat 'aqliyah)
2. Sifat yang dapat diketahui hanya dari keterangan/kabar dari al-Qur’an dan hadis (sifat Khabariyah)
B. Dari segi rasio (aqli), sifat Allah dibagi menjadi tiga kategori, yakni:
1. Sifat yang secara rasional disimpulkan pasti dimiliki Tuhan (sifat wajib)
2. Sifat yang secara rasional disimpulkan pasti tidak mungkin dimiliki Tuhan (sifat mustahil)
3. Sifat yang secara rasional disimpulkan bisa saja dimiliki Tuhan dan bisa juga tidak (sifat jaiz). Sifat jaiz ini ditetapkan keberadaannya apabila dikabarkan oleh nash yang sahih.
C. Dari segi kejelasannya dalam teks al-Qur’an dan hadis, sifat Khabariyah dibagi menjadi dua, yakni:
1. Sifat yang jelas maknanya (muhkamat)
2. Sifat yang belum jelas maknanya (mutasyabihat)
C. Dari segi hubungannya dengan Dzat Allah, sifat Allah dibagi menjadi dua, yakni
1. Sifat yang selalu melekat pada Dzat Allah (sifat Dzatiyah)
2. Sifat yang dilakukan oleh Allah tapi kejadiannya melekat pada makhluk (sifat fi'liyah)
Jadi, apakah sifat itu dibatasi? Jelas tidak. Yang benar adalah diklasifikasi alias dikategorikan dalam beberapa kategori ilmiah agar pelajar mudah memahaminya. Namanya kategori ilmiah tentu merupakan kerja ilmiah para ulama selaku pewaris Nabi, bukan diberikan oleh Nabi secara langsung. Sama seperti amal shalat yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad kemudian oleh para ulama dibagi menjadi syarat, rukun dan sunnah. Hadis Nabi Muhammad pun juga dibagi oleh para ulama menjadi hadis shahih, hasan dan dhaif. Demikian juga seluruh pembahasan telah dikategorikan dan dipetakan dalam beberapa kategori ilmiah.
Pertanyaan dan keheranan dalam gambar SS yang saya lampirkan ini sama dengan kasus ketika imam Bukhari menghimpun hadis yang shahih saja dalam kitabnya lalu disangka bahwa Imam Bukhari membuang hadis hasan dan hadis dhaif dari kategori hadis. Sama juga dengan ketika ulama menjelaskan bahwa bacaan yang wajib dalam shalat adalah takbiratul ihram, fatihah, tahiyat dan salam, lalu disimpulkan bahwa bacaan lain dibuang dan tidak diakui. Keheranan semacam ini hanya muncul dari orang yang belum tahu apa-apa tentang klasifikasi ilmiah dalam masalah yang dibahas.
Semoga bermanfaat
 
fb: Ustadz Abdul Wahab Ahmad

 

0 komentar:

Posting Komentar

SAFINATUN NAJAH

More »