Kelas Iqra', usia TK dan SD kelas 1

Anak-anak dibimbing sungguh2, belajar baca Al-Qur'an dari NOL, mulai dari mengenal HURUF. Pengajaran Semi Private. Sambil menunggu temannya, setiap anak haruf aktif membaca sendiri2. Yg sudah diajari juga harus mengulang2 bacaan. Tidak boleh behennti. Tidak ada istilah CAPEK.

Belajar Menulis Arab dan Menghafal

Tidak hanya belajar membaca, juga belajar menulis Arab, belajar menghafal dua kalimat syahadah, doa-doa, kalimat2 thoyyibah, dsb.

Mereka Tabungan Akhirat Kita

Mereka adalah tabungan akhirat kita. Dunia adalah tempat bercocok tanamnya akhirat. Semoga mereka menjadi anak-anak yang sholeh-sholehah, yang paham ilmu agama Islam dan bisa mengajarkannya. Menjadi kebanggaan Rasulullah, kebanggaan guru dan orang tuanya. Berguna dimanapun berada. Amin.

Safinatun Najah dan Sullamut Taufiq

Dua kitab wajib sebagai mata pelajaran. Safinah untuk fiqih dasar dan Sullam yang berisi Aqidah/Tauhid, Fiqih dan Akhlaq sebagai lanjutan. Disamping pelajar lain seperti Aqidatul Awam (aqidah), Alala (akhlak) dan Tajwid.

Ngaji Subuh khusus Fiqih

Semoga program ngaji shubuh ini bisa terus berlanjut dan istiqomah dan mendapat dukungan dari para orang tua (wali). Banyak sekali manfaat dan berkah di waktu shubuh.

Dibuka Pendaftaran Ngaji Kapan Saja

Bisa daftar ngaji kapan saja, yang penting ada niat sungguh-sungguh ingin belajar atau mendidik anak.

Senin, 09 Oktober 2023

Background Maulid Nabi dan Hari-hari Besar Islam

Background Maulid Nabi dan Hari-hari Besar Islam

Silahkan didownload 










Selasa, 21 Maret 2023

JAWABAN KLAIM 'WA'FU ANNI' TIDAK ADA DALAM HADITS

JAWABAN KLAIM 'WA'FU ANNI' TIDAK ADA DALAM HADITS

Afwan kiyai, benarkah bahwa tidak ada lafadz wa’fuanni dalam bacaan diantara sujud ? Mohon penjelasannya.

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

Tidak benar. Bacaan ketika duduk diantara dua sujud yang selama ini kita baca hukumnya boleh dan tidak ada masalah sama sekali. Jika kemudian ada yang mempermasalahkan apalagi mendaku sudah membaca semua kitab hadits lalu tidak menemukan riwayatnya, itu kan menurut dia.

Hanya mungkin ketika membaca “semua” kitab hadits kelihatannya sang ustadz hafidzahullah kurang teliti, itu sangat manusiawi dan kita juga harus mau maklumi. La wong satu kitab saja bisa terselip atau kelewat, apalagi "semua” kitab-kitab hadits.

Hanya saja, alangkah lebih baiknya jika ahli ilmu itu lebih berhati-hati dalam memvonis sesuatu dengan boleh dan tidak boleh. Akan lebih bijak jika ia jujur dengan mengatakan belum menemukan, jika membacanya hanya sekali atau bahkan bisa jadi belum selesai membaca semuanya.

Do’a atau bacaan diantara sujud itu ada banyak hadits dan riwayatnya. Sebagaimana juga bacaan shalat lainnya. Hal ini karena Nabi tidak hanya membaca do’a satu macam saja, namun dengan berbagai macam ragam bacaan yang berbeda-beda. Berikut diantara hadits-haditsnya :

1. Pertama

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْزُقْنِي، وَارْفَعْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah rezeki dan tinggikanlah derajatku”. (HR. Ibnu Majah)

2. Kedua

رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي

“Ya Allah ampuni aku, Ya Allah ampuni aku”. (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud)

3. Ketiga

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, berilah aku petunjuk, dan berilah rezeki”. (HR. Tirmidzi)

4. Keempat

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku”. (HR. Ahmad)

5. Kelima

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَارْزُقْنِي

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, berikanlah aku petunjuk, selamatkanlah aku, dan berilah rezeki”. (HR. Muslim)

6. Keenam

‌اللهُمَّ ‌اغْفِرْ ‌لِي ‌وَارْحَمْنِي ‌وَاهْدِنِي ‌وَارْزُقْنِي ‌وَعَافِنِي ‌وَاعْفُ ‌عَنِّي

“Ya Allah rahmati aku, berikan aku petunjuk, berikan aku rezeki, selamatkan aku, dan maafkan (ampuni) aku.” (HR. Baihaqi)

7. Ketujuh

اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاهْدِ السَّبِيلَ الْأَقْوَمَ

"Ya Allah, ampuni aku, rahmati aku, dan tunjukkan aku jalan yang lebih lurus." (HR. Abi Syaibah)

Jelas bahwa kata wa’fu ‘anni ada tercantum dalam hadits dalam sebuah redaksi do'a riwayat imam Baihaqi, termuat dalam kitab Sunan al Kubra jilid 2 halaman 532 dengan nomor hadits 3979 dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu’anhu.

 Ibnu Najih rahimahullah menjelaskan :

قيل يستحب الدعاء بين السجدتين بهذا الدعاء

 “Dan ada yang berpendapat bahwa sunnah menjadikan di antara dua sujud dengan doa ini.”[1]

Doa duduk diantara dua sujud

Dalam bacaan shalat, secara aturan penggunaannya, ia boleh dibaca salah satunya, boleh digabung dan dibaca dua atau tiga do’a saja dan bahkan boleh dan bagus juga jika memungkinkan untuk dibaca semuanya. Termasuk doa duduk diantara sujud ini. 

Al Nawawi rahimahullah berkata :

فالاحتياط ‌والاختيار ‌أن ‌يجمع ‌بين ‌الروايات ‌ويأتي ‌بجميع ‌ألفاظها ‌وهي ‌سبعة

“Yang lebih hati-hati dan yang terpilih adalah mengumpulkan diantara riwayat-riwayat yang ada dan mendatangkan seluruh lafadz-lafadznya yang tujuh.”[2]

Sehingga versi imam Nawawi bacaan diantara dua sujud yang paling bagus adalah :

اللهم اغفر لي وارحمني وعافني وأجرني وارفعني واهدني وارزقني

“Ya Allah, ampuni aku, selamatkan aku,cukupi aku, tinggikan kedudukanku, beri aku petunjuk dan berikan aku rezeki.”[2]

 Imam Ramli rahimahullah ketika menyebutkan doa di atas berkata :

وزاد في الإحياء بعد قوله ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Sedangkan dalam kitab al Ihya setelah ucapan ‘wa’afini’ dilanjutkan dengan ‘wa’fu’anni.”[3]

Penyertaan lafadz “wa’fu ‘anni” untuk doa diantara dua sujud ini  juga dinyatakan oleh al imam Syairazi rahimahullah, beliau berkata :

ويجلس عليها، وينصب اليمنى، ويقول: اللهمّ اغفر لي، وارحمني، ‌وارزقني، ‌وعافني، ‌واعف ‌عني

 “Dan dia duduk atasnya, menegakkan (kaki) kanannya lalu berdoa : Ya Allah ampuni aku, rahmati aku, berikan aku rezeki, selamatkan aku dan maafkan kesalahanku.”[4]

Lafadz Wa’fu anni juga disebutkan oleh al imam Ibnu Hajar al Haitami[5],  Syaikh al Hadrami[6], ad Dimyathi[7] dan lainnya.

Bahkan doa duduk diantara sujud dengan menyertakan wa’fu ‘anni bukan hanya ada di kalangan madzhab Syafi’i saja, tapi juga diajarkan dalam kitab-kitab fiqih bermadzhab Maliki. Imam Nafrawi al Maliki rahimahullah berkata :

كان يقول بين السجدتين: ‌اللهم ‌اغفر ‌لي ‌وارحمني ‌وارزقني ‌واهدني ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Adalah beliau membaca diantara dua sujud : Ya Allah ampuni aku, rahmati aku, berikan aku rezeki, beri aku petunjuk, berikan aku keselamatan dan maafkan aku.”[8]

Penyebutkan wa’fu ‘anni juga dinyatakan dalam kitab madzhab Maliki lainnya bahwa bacaan duduk diantara dua sujud adalah :

اللَّهم ‌اغفر ‌لي ‌وارحمني ‌واسترني ‌واجبرني ‌وارزقني ‌وعافني ‌واعف ‌عني

“Ya Allah ampuni aku, tutupi aibku, cukupi aku, berikan aku rezeki, selamatkan aku dan maafkan kesalahanku.”[9]

Bahkan, mungkin banyak yang tidak tahu doa dengan menambahkan lafadz ‘wa’fu ‘anni ini pun diajarkan oleh sebagian ulama-ulama saudi, diantaranya Syaikh Abdullah bin Muhammad, ketika ditanya tentang bacaan duduk di antara dua sujud, beliau menjawab :

‌إذا ‌جلس ‌بين ‌السجدتين، ‌قال: ‌رب ‌اغفر ‌لي، ‌وارحمني، ‌واهدني، ‌وارزقني، ‌وعافني، ‌واعف ‌عني

“Jika duduk diantara dua sujud hendaknya ia membaca : ya Rabb ampuni aku, rahmati aku, berikan aku petunjuk, berikan aku rezeki, berikan aku keselamatan dan ma’afkan kesalahanku.”[10]

Kesimpulannya

Doa duduk diantara sujud boleh membaca manapun dari yang disebutkan dalam hadits termasuk dengan redaksi ‘wa’fu’anni’. Dan ini bukan tambahan tanpa dasar, dan hendaknya setiap kita hati-hati dalam berfatwa agar tidak mudah membuat kegaduhan khususnya di tengah-tengah amalan orang-orang awam.

Jangan salahkan mereka jika kemudian ketika mereka melakukan sesuatu yang benar-benar salah, lalu tidak mau disalahkan, alias tidak percaya, la wong kerjaan kita menyalah-nyalahkan sesuatu yang ternyata tidak salah.

Namanya juga masyarakat awam, filternya mereka lemah untuk bisa membedakan mana benar mana salah. Mudahnya mereka lebih mengikuti figur yang dipercayai, ini harus bisa kita maklumi. 

Kitanya yang harus mau berbenah dan lebih hati-hati lagi. Jangan kemudian karena disebabkan oleh sikap kita selama ini yang sering merasa benar sendiri, menyebabkan orang awam akhirnya tidak percaya dengan apa yang kita katakan, lalu dengan ngawur mereka kita lebeli sebagai anti sunnah dan  memusuhi dakwah...

Wallahu a’lam.
___________
[1] Fawaqih ad Dawani (1/184)
[2] Majmu’ Syarah al Muhadzdzab (3/347)
[3] Ibid
[4] Nihayatul Muhtaj (1/517)
[5] At Tanbih fi Fiqh asy Syafi’i hal. 31
[6] Minhaj al Qawim hal. 104
[7] Al Muqadimah al Hadramiyah hal.71
[8] I’anah ath Thalibin (1/229)
[9] Fawakih ad Dawani (1/184)
[10] Fiqih Ibadat a’al al Madzhab al Maliki hal. 170
[11] Dursul Tsaniyah (4/299)

Sabtu, 18 Februari 2023

BERDIRI UNTUK ORANG LAIN BISA MASUK NERAKA?

BERDIRI UNTUK ORANG LAIN BISA MASUK NERAKA ?

Afwan abi mau nanya apakah benar ada hadits seperti ini, atau pemahamannya yang salah ? 

Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

Hadits dalam gambar tersebut memang ada, disebutkan dalam musnad imam Ahmad dan juga sunan Abu Daud dengan derajat hadits yang shahih. Rasulullah ﷺ bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa senang melihat orang lain berdiri karenanya, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”

Sedangkan hadits serupa juga terdapat dalam kitab Adabul Mufrad karya imam Bukhari, dari Muawiyah radhiyallahu'anhu Rasulullah ﷺ bersabda :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُمْثَلَ لَهُ عِبَادُ اللهِ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا فِيْ النَّارِ

“Barangsiapa yang menyukai hamba-hamba Allah berdiri menghormatinya maka hendaklah ia menyiapkan rumahnya dari api neraka.”

Dalam adabul Mufrad, disebutkan bahwa Anas bin Malik mengatakan :

لم يكن شخص أحب إليهم من النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وكانوا إذا رأوه لم يقوموا له, لما يعلمون من كراهيته لذلك

“Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para shahabat selain Nabi ﷺ. Dan apabila mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri untuk menyambutnya, karena mereka tahu bahwa Nabi ﷺ membencinya.”

Berdasarkan hadits-hadits di atas, apakah kesimpulannya berdiri untuk menyambut tamu yang datang atau untuk menghormati guru yang dilakukan oleh para murid-murid selama ini hukumnya adalah haram ?

Sebentar, jangan terlalu terburu-buru begitu dalam menyimpulkan hukum agama. Bagi orang awam, jika menemukan ayat atau hadits, sudah seharusnya menyimak penjelasan para ulama dengan baik terlebih dahulu.

Karena dalil itu untuk bisa disimpulkan hukumnya, bukan hanya masalah sebatas shahih atau tidaknya, tapi juga berkaitan dengan banyak hal termasuk perlu dikompromikan dengan dalil-dalil yang lain.

Termasuk dalam masalah ini, ada beberapa hadits yang sepintas bertentangan dengan dalil di atas, karena Nabi ﷺ justru pernah berdiri menyambut kedatangan orang lain dan beliau juga pernah memerintahkan para shahabat untuk berdiri menyambut seseorang yang ditokohkan.

Sangat tidak mungkin tentunya, Nabi ﷺ melakukan sesuatu yang diharamkan dan memerintahkan orang lain untuk melakukannya bukan ? Karenanya, mari kita simak hadits-hadits dan penjelasan ulama tentangnya.

1.Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan shahabat berdiri

Ketika salah satu tokoh dari kalangan Anshar, yakni shahabat yang mulia Sa’ad bin Mu’adz radhiallahu ‘anhu datang, Nabi ﷺ bersabda kepada para shahabat yang ada di sekeliling beliau :

 قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ

 “Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Rasulullah ﷺ berdiri menyambut kedatangan Ikrimah

Ketika Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallahu’anhu masuk Islam ia datang menemui Rasulullah ﷺ,

فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَثَبَ إِلَيْهِ فَرِحًا

“Ketika Rasulullah melihatnya, beliau berdiri melompat ke arahnya karena gembiranya.” (HR. Malik)

3. Rasulullah ﷺ berdiri menyambut Fatimah

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata :

إذا رأها اقبلت رحب بها ثم قام إليها فقبلها ثم أخد بيدها فجاء بها حتى يجلسها في مكانه

 “Apabila Nabi ﷺ melihat Fatimah datang beliau menyambutnya serta berdiri untuknya, lalu menciumnya sambil memegang erat tangan Fatimah itu. Kemudian Nabi menuntun Fatimah sampai mendudukkannya di tempat beliau biasa duduk. (HR. Bukhari)

4. Fatimah berdiri ketika Rasulullah datang

Dari sambungan hadits sebelumnya, Aisyah berkata :

وكانت إذا اتاها النبي صلى الله عليه وسلم رحبت به ثم قامت اليه فقبلته
“Sebaliknya, apabila Nabi ﷺ yang datang kepadanya, Fatimah berdiri menyambut Nabi serta mencium Rasulullah ﷺ." (HR. Bukhari)

5. Sebagian shahabat Berdiri untuk Nabi ﷺ

Muhammad bin Hilal meriwayatkan dari bapaknya, ia berkata :

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ قُمْنَا لَهُ حَتَّى يَدْخُل بَيْتَهُ

“Sesungguhnya jika Nabi ﷺ keluar, kami berdiri untuk menyambutnya, hingga beliau masuk ke dalam rumahnya.”[1]

Penjelasan ulama

Setelah mengkompromikan antara dalil satu dengan yang lain, para ulama kemudian menjelaskan tentang hukum bolehnya berdiri untuk menyambut seseorang.

Al imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah berkata :

إنما ‌فيه ‌نهي ‌من ‌يقام ‌له ‌عن ‌السرور ‌بذلك ‌لا ‌نهي ‌من ‌يقوم ‌له ‌إكراما ‌له

“Hadits-hadits larangan berdiri itu adalah bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan.”[2]

Al imam Ibnu Batthal rahimahullah berkata :

حجة لمن أنكر القيام للسادة، فقد ظن غير الصواب، وذلك أن هذا الخبر إنما ينبىء عن نهى رسول الله للذى يقام له السرور بما يفعل له من ذلك لا عن نهيه القائم عن القيام

“Hujjah sebagian kalangan yang mengingkari bagi orang yang berdiri untuk menyambut tokohnya adalah persangkaan yang tidak benar. Karena hadits larangan berdiri itu ditujukan untuk orang yang senang jika diperlakukan demikian, bukan larangan untuk yang berdiri bagi orang yang melakukannya.”[3]

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

القيام لأهل الفضل وذوي الحقوق فضيلة على سبيل الإكرام، وقد جاءت به أحاديث صحيحة، وقد جمعتها من أثار السلف وأقاويل العلماء في ذلك، والجواب عما جاء مما يوهم معارضتها وليس معارضا، وقد أوضحت كل ذلك في جزء معروف، فالذي نختاره ونعمل به واشتهر عن السلف من أقوالهم وأفعالهم، جواز القيام واستحبابه في الوجه الذي ذكرناه...

 “Berdiri karena menghormati ulama atau orang yang sepantasnya dihormati termasuk perbuatan mulia dengan maksud menghormati mereka. Ada banyak hadits shahih terkait permasalahan ini. Saya telah mengumpulkan pandangan-pandangan para salaf dan perkataan ulama tentangnya.

Saya juga menjawab penyelesaian dalil yang dianggap kontradiksi, padahal sejatinya tidak terdapat kontradiksi dalil dalam kasus ini. Saya telah menjelaskan semuanya pada bagian yang cukup populer.

 Pendapat yang kami pilih dan kami amalkan, pendapat ini juga didukung oleh pernyataan ulama salaf, baik berupa perkataan maupun tindakan, adalah boleh dan dianjurkan berdiri untuk menghormati kedatangan seseorang sebagaimana yang telah disebutkan.”[4]

Beliau juga berkata :

القيام للقادم من أهل الفضل مستحب، وقد جاء فيه أحاديث، ولم يصح في النهي عنه شيء صريح. ويستحب القيام لأهل الفضل كالوالد والحاكم؛ لأن احترام هؤلاء مطلوب شرعا وأدبا

“Berdiri untuk menyambut kedatangan orang yang memiliki keutamaan adalah disunnahkan. Telah banyak hadits-hadits yang menyebutkannya. Dan tidak ada dalil yang secara terang melarang dalam perkara ini. 

Sehingga sunnah hukumnya berdiri kepada para pemilik keutamaan seperti kepada kedua orang tua, orang yang bijaksana, karena memuliakan mereka adalah tuntutan syariat dan adab.”[5]

Qadhi iyadh rahimahullah berkata :

وإنما ذلك فيمن يقومون عليه، وهو جالس

“Adapun adanya larangan (dalam hadits) adalah berdiri kepada seseorang yang dia sedang duduk.”[6]

Abul Ma’ali rahimahullah berkata :

وإكرام العلماء وأشراف القوم بالقيام سنة مستحبة

“Memuliakan ulama dan tokohnya suatu kaum dengan cara berdiri menyambutnya adalah sunnah mustahab.”[7]

Ibnul Qayim rahimahullah berkata :

وقد قال العلماء: يستحب القيام للوالدين والإمام العادل وفضلاء الناس

“Para ulama telah menyatakan disunnahkannya berdiri untuk menyambut kedua orang tua, pemimpin yang adil, dan tokohnya orang banyak.”[8]

Imam al Qulyubi rahimahullah berkata :

ويسن القيام لنحو عالم ومصالح وصديق وشريف لا لأجل غنى وبحث بعضهم وجوب ذلك في هذه الأزمنة؛ لأن تركه

 “Dan sunnah hukumnya berdiri untuk ulama, orang-orang shalih, orang jujur dan orang mulia. Tapi tidak boleh berdiri untuk orang karena kekayaannya.”[9]

Sedangkan disebutkan bahwa Ibnul Haj rahimahullah membagi keadaan berdiri untuk orang lain menjadi beberapa hukum, yaitu :

الأول: يكون القيام محظورا، وهو أن يقوم إكبارا وتعظيما لمن يحب أن يقام إليه تكبرا وتجبرا.

Pertama, berdiri yang dilarang. Yakni berdiri untuk menyambut seseorang sebagai bentuk kebesarannya dan pengagungan kepadanya, yakni orang tersebut memang menyukai diperlakukan seperti itu sebagai bentuk kesombongan dan keangkuhannya.

الثاني: يكون مكروها، وهو قيامه إكبارا وتعظيما وإجلالا لمن لا يحب أن يقام إليه، ولا يتكبر على القائمين إليه.

Yang kedua, makruh. Yakni berdiri sebagai bentuk penghormatan, pengagungan dan bentuk kebesaran bagi orang yang sebenarnya tidak menyukai diagung-agungkan.

الثالث: يكون جائزا، وهو أن يقوم تجلة وإكبارا لمن لا يريد ذلك، ولا يشبه حاله حال الجبابرة

Yang ketiga, boleh. Yakni berdiri untuk menghormati dan menghargai orang yang tidak menuntut untuk diperlakukan demikian. Dan orang ini bukanlah termasuk tokoh atau penguasa tiran.

الرابع: يكون حسنا، وهو أن يقوم لمن أتى من سفر فرحا بقدومه، أو للقادم عليه سرورا به لتهنئته بنعمة، أو يكون قادما ليعزيه بمصاب، وما أشبه

Yang keempat, hal yang baik. Yakni berdiri untuk menyambut orang yangd atang dari safar karena gembira karena kedatangannya, atau untuk menyambut dan mengucapkan selamat kepadanya atau berdiri menyambut orang yang berduka untuk menghiburnya, dan hal yang semisalnya.”[10]

Kesimpulan

Hadits yang menyebutkan celaan berdiri untuk seseorang adalah ditujukan kepada mereka yang gila hormat atau yang minta untuk diagung-agungkan dengan cara meminta orang lain untuk berdiri menyambutnya.

Demikian juga larangannya ini berlaku bila berdirinya untuk menghormati orang dzalim, sombong dan yang semisalnya.

Sedangkan berdiri untuk menyambut orang yang dimuliakan seperti kedua orang tua, para guru, ulama dan orang-orang shalih adalah boleh menurut mayoritas ulama, bahkan itu disunnahkan sebagai bentuk adab kepada mereka.

وثبت جواز القيام للقادم إذا كان بقصد إكرام أهل الفضل

“Dan telah jelas berdasarkan dalil akan bolehnya berdiri jika ditujukan untuk memuliakan orang-orang yang mulia.”[11]

Wallahu a’lam.
________
[1] Hadits ini disebutkan oleh al Haitsami dalam Majmu’ Az Zzawaid (8/40), yang imam bazar menyatakan bahwa para rawinya adalah tsiqah.
[2] Fath al Bari (11/50)
[3] Syarah shahih Bukhari li Ibnu Batthal (9/43)
[4] Fatawa an Nawawi hal. 69
[5] Syarah Shahih Muslim (12/93)
[6] Ibid
[7] Kasyf al Qina (4/264)
[8] Mukhtashar Minhaj al Qashidin hal. 249
[9] Al Qulyubi (3/213)
[10] Al Madkhal li Ibn Haj (1/139)
[11] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (34/114)

SAFINATUN NAJAH

More »